Bab 3

Dinda dan Ririn ternganga dan heran dengan pemandangan di depan matanya, mereka berdua jelas pria dewasa dan tampan dengan postur tubuh kekar. Senyum mereka juga sama-sama menawan, masa iya mereka berdua belok? Sungguh tidak masuk akal.

"Cih.... Apa yang kalian lihat!" Bentak Andre pada Ririn dan Dinda yang masih terkesima pada kelakuan mereka. Ririn dan Dinda terperajat dan langsung saling memandang satu sama lain.

"Perhatian bagi para menumpang KRL ekonomi menuju stasiun Jakarta kota harap segera masuk. Lima menit lagi kereta akan jalan." Ucap panggilan dari stasiun kereta.

Dinda dan Ririn berlari meninggalkan Andre dan Heri tanpa sepatah katapun.

Mereka berdua membayar makanan yang hanya separuh yang di makan. Lalu bergegas mendorong koper seraya masuk kedalam kereta.

Andre Prawira, anak pertama dari Agung Prawira dan Bella Saphira. Dia adalah CEO di perusahaan Prawira Group. Pria tampan ini berusia 28 tahun, pria singel dan tidak ada minat pada kaum hawa.

Sebenarnya bukan karena dia tidak normal. Itu berawal dari kisah cintanya, yang sering kali gagal karena penghianatan dan perselingkuhan. Kebanyakan wanita yang bersamanya, dia wanita yang matre dan hanya mendekatinya karena uang. Andre merasa tidak ada yang tulus mencintainya. Sampai akhirnya dia menemukan sosok wanita yang paling spesial di hidupnya.

Dia ada Monalisa. Wanita cantik berusia 26 tahun yang mampu menaklukan hatinya, dia juga berbeda dengan wanita lain.

Andre menjalin hubungan dengan Mona selama satu tahun dan mereka juga sudah berencana melangsungkan pernikahan.

Namun naas, sehari sebelum menikah Mona mengalami kecelakaan mobil tunggal. Tubuhnya hancur dan meninggal di tempat, sejak saat itulah Andre menutup diri kepada wanita lain. Baginya semua wanita sama saja dan tidak akan ada yang bisa menggantikan posisi Mona dalam hatinya.

Ketertarikannya kepada wanita pun menghilang bersama dengan kepergian Mona selama satu tahun lamanya. Andre sekarang lebih tertarik pada pria, dia merasa nyaman dan bisa bertukar pikiran ketika dia sedang stress dan gundah gulana.

Andre masuk ke dalam rumahnya, dengan masih bergandengan tangan dengan Heri. Heri adalah sekretaris pribadinya di kantor.

Namun saat hendak masuk, Andre terkejut melihat ibu dan ayahnya yang sudah berada di rumahnya, tepatnya di ruang tamu. Ada orang lain juga yang tengah bertamu.

"Mah, Pah." Ucap Andre yang baru datang, dia melepaskan genggaman tangannya dari Heri.

"Andre sayang kamu sudah pulang." Bella sang Mamah langsung menarik tangan Andre untuk duduk di sofa di sebelah Ayahnya.

"Nih dompet Mamah." Ucap Andre menyerahkan.

"Alhamdulilah, akhirnya ketemu." Bella mengambilnya dengan perasaan lega.

Terlihat ada seorang wanita dan kedua orang tuanya, mereka duduk di sofa yang berada di sebelah.

"Heri kau pulanglah, ngapain di sini terus!" Usir Agung yang melihat Heri diam mematung dengan raut wajah tidak suka. Di sisi lain Andre memandangi nya.

Tanpa sahutan, Heri melangkah pergi dengan wajah keki dari rumah Andre.

"Sayang, kenalin ini Selly. Dia anak Tante Merry dan Om Bima." Bella mengenalkan anak gadis dari temannya, Selly sudah mengulurkan tangannya tapi Andre diam saja, malah menatapnya dengan sebal.

"Maksud Mamah apa kenalin aku sama anak temen Mamah?" Tanya Andre menatap pada ibunya, dia bicara sangat terang-terangan.

Bella menghela nafas. "Kamu ini, jelas Mamah ingin menjodohkan mu." Mata Andre membulat dan langsung mengangkat bokongnya, dia merasa tak terima.

Ya, benar saja Ibu dan Ayahnya selalu mendesaknya untuk menikah, karena mereka khawatir dengan tingkah anaknya yang sudah melenceng. Mereka juga malu pada rekan kerjanya, yang hampir semua kalangan pebisnis tahu.

"Apa-apaan ini, aku tidak mau menikah. Apa lagi di jodohkan!" Protes Andre seraya menaiki anak tangga, meninggalkan mereka di ruang tamu.

"Ndre... Andre... Tunggu." Bella bahkan memanggilnya berulang kali, tapi anaknya sama sekali tidak menyahut bahkan menghiraukannya.

"Maafkan perlakuan Andre ya, Selly. Dia memang susah anaknya," ucap Agung yang merasa tak enak hati dengan perlakuan anaknya.

Andre masuk kedalam kamarnya dan membanting tubuhnya di atas kasur. "Mamah dan Papah benar-benar keterlaluan. Masa mau menjodohkan ku, yang benar saja!" Andre mendengkus kesal.

Sampainya Dinda dan Ririn di sebuah kossan yang cukup nyaman, sudah ada beberapa peralatan di sana. Jadi mereka tidak perlu pusing-pusing membeli barang-barang, karena Yuda menyewa kossan beserta isinya.

Dinda menaruh kopernya di sebelah lemari dan membaringkan tubuhnya di atas kasur. Tubuhnya merasa sangat lelah dengan perjalanan yang ia tempuh.

"Rin... Gimana menurut kamu nyaman nggak?" Ririn sedang sibuk menata baju-bajunya di dalam lemari.

"Nyaman Din... Malah enak menurutku." Tutur Ririn.

Tok... Tok... Tok. Terdengar suara ketukan pintu dari luar.

Dinda bangun dan membuka pintu. "Kak Yuda...." Ucap Dinda seraya memeluk kekasihnya itu.

"Aku rindu padamu Din... Ah gimana kossannya nyaman nggak?" Tanya Yuda sambil melihat kedalam, dia juga melihat Ririn yang sedang sibuk dengan barang-barangnya.

Mereka melepaskan pelukan.

"Rin..." Panggil Dinda ke arah temannya itu. Ririn berjalan menghampiri Dinda dan Yuda.

"Kenalin ini Kak Yuda, pacarku." Tutur Dinda mengenalkan.

"Yuda." Yuda mengulurkan tangannya, dan langsung di balas oleh Ririn.

"Ririn."

Keesokkan harinya, Ririn dan Dinda melamar kerja di sebuah cafe yang lumayan besar. Mereka berdua membawa map coklat berisi surat lamaran dan masuk ke ruangan manager cafe.

"Selamat pagi Pak." Ucap Dinda dan Ririn secara bersamaan seraya duduk di kursi depan.

"Pagi..." Sahut pria dengan kumis tebal itu.

Dinda dan Ririn memberikan surat lamarannya, mereka taruh di atas meja untuk dia berikan ke depan manager.

Manager itu membuka map coklat lalu membaca kedua lamaran dua gadis itu.

"Dinda dan Ririn.... Di sini hanya membutuhkan satu tambahan pelayan cafe." Tuturnya.

Pria itu memandang wajah Ririn dan Dinda dengan seksama, tapi sepertinya dia tertarik pada Dinda yang terlihat lebih cantik di banding Ririn.

"Maaf tapi sepertinya, hanya kamu yang di terima kerja." Ucapnya menunjuk pada Ririn.

Wajah Dinda tampak begitu sedih, kalau dia tidak mendapatkan kerjaan maka bagaimana dengan biaya hidupnya nanti? Dia juga tidak mungkin pulang ke rumah Omnya, sudah jelas Lidya mengusirnya.

"Tapi kamu jangan sedih...." Pria itu melanjutkan omongannya, "kamu siapa namanya?" Pria itu memandang wajah Dinda.

"Saya Dinda Pak." Sahutnya dengan sopan.

"Kamu mau jadi asisten bos saya?"

"Asisten? Maksudnya asisten rumah tangga Pak?" Tanya Dinda. "Saya mau Pak, tapi saya tidak bisa memasak. Tapi kerjaan rumah semua, saya bisa kerjakan kok." Tutur Dinda.

Dia merasa ada lampu ijo yang terang benderang. Meskipun dia tidak di terima jadi pelayan cafe, dia bersedia jadi asisten rumah tangga. Apapun asalkan halal untuknya.

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya