Bab 4

Anna masih tidak menyangka, bahwa dirinya harus dijodohkan dengan orang yang bahkan tidak ia kenal. Pikirannya kalut, bagaimana kalau putra dari Arun sudah tua, tidak tampan, atau yang lebih parah lagi kasar pada wanita. Anna takut jika itu semua memang benar adanya. Mengingat Anna masih muda, baru menginjak usia 23 tahun, dan baru pula diterima kerja di perusahaan impiannya. Bagaimana kalau nanti calon suaminya ini akan melarangnya untuk bekerja. Anna benar-benar kalut.

“Anna, dengarkan Kakek baik-baik ya. Kakek sudah tua, Tuhan bisa mengambil nyawa Kakek kapan saja. Dan saat itu tiba, Kakek tidak ingin kau sendirian. Seperti keinginan mendiang Mamamu dan Arun, maka menikahlah dengan putranya, agar saat Kakek tidak ada, kau tidak akan sendirian. mereka akan menjagamu, sayang.”

Mahendra mencoba untuk membuat Anna mengerti. Bahwa perjodohan ini bukan semata-mata karena harta ataupun lainnya yang ada pikiran Anna. Mahendra hanya ingin cucu kesayangannya berada pada orang yang tepat. Jadi ketika nanti Tuhan memanggilnya, ia akan bernafas lega, karena Anna sudah memiliki suami yang akan menjaganya.

“Kakek jangan bicara seperti itu. Umur Kakek pasti panjang. Kakek tidak boleh meninggalkan Anna.”

Anna berhambur ke dalam pelukan Mahendra. Gadis itu menangis. Sudah dikatakan kalau Anna ini sangat sensitif jika menyangkut dengan Kakeknya. Arun menatap sendu Anna yang menangis sampai sesegukan dipelukan Mahendra. Tekadnya semakin kuat, kalau Anna harus menikah dengan putranya secepatnya. Dengan begitu Anna bisa memiliki keluarga baru yang akan bisa membuatnya bahagia.

“Jangan menangis, Anna. Cucu kakek tidak boleh cengeng. Apa tidak malu dilihat tante Arun.”

“Tidak apa, Kek. Biarkan Anna menangis. Rencana pernikahan ini terlalu mendadak . Jadi Anna masih terkejut mendengarnya.” Arun menimpali dengan tangannya mengulur ikut mengelus halus tangan Anna.

“Anna, apa yang diucapkan Kakek benar. Kami akan menjagamu. Akan tante pastikan putraku tidak akan menyakitimu apalagi berbuat kasar. Dia tampan dan juga baik hati.”

Arun juga seorang wanita. Jadi dia tau apa yang ada dibenak seorang wanita ketika dijodohkan. Pikiran utama yang ada dikepala adalah soal fisik lalu pekerjaannya. Mengingat bahwa Arun pun menikah dengan suaminya karena dijodohkan pula. Soal cinta itu bisa tumbuh dengan seiring berjalannya waktu. Itulah yang dirasakan Arun terkait pernikahannya. Kini pernikahannya dipenuhi dengan cinta. Meskipun awalnya tidak ada rasa cinta diantara keduanya, namun kini mereka bisa bahagia. Dan Arun berharap kalau Anna dan putranya bisa seperti dirinya.

“Jadi bagaimana, sayang? apa kau setuju? Kakek berharap kau menyetujuinya. Kakek janji ini adalah permintaan terakhir Kakek.”

“Apapun keinginan kakek, pasti aku penuhi. Hanya saya yang aku pikirkan sekarang, bagaimana dengan pekerjaanku, Kek. Aku baru saja diterima kerja di SYG Corp.”

“SYG Corp? kau bekerja di sana Anna?” itu suara Arun yang terlihat terkejut lalu diikuti dengan senyumannya yang mengembang. “Sepertinya Tuhan memang berniat untuk menyatukan kalian berdua.” Timpalnya lagi. Anna mengerutkan kedua alisnya. Gadis itu tidak mengerti apa maksud dari Arun.

“Maksud tante?”

“Anakku juga bekerja di sana, Anna.” Belum sempat menjawab, suara panggilan telfon lebih dulu berbunyi. Buru-buru Arun mengangkatnya. Sepertinya ada keadaan yang penting. Hingga raut wajah Arun berubah menjadi terlihat khawatir. Arun segera memutuskan panggilan telfon. Tampaknya, wanita berkulit putih mulus itu sedang gelisah.

“Kakek, Anna, maaf aku harus segera pergi. Kucing kesayanganku sedang melahirkan. Aku harus segera pulang. Lain kali aku akan ajak putraku untuk ikut menemui kalian.”

“Tidak apa, pergilah. Nanti sering-seringlah mampir ke sini ya, aku akan buatkan makanan kesukaanmu.” Mahendra berujar ramah. Pria berusia 70 tahun itu hafal dengan kebiasaan Arun yang suka sekali dengan masakan yang dibuat dirinya. Saat itu Arun belum menikah dan masih sering datang karena Elina. Namun setelah menikah, Arun ikut dengan suaminya untuk tinggal di Jepang. Dan baru hari ini dia kembali ke Indonesia. Itupun tidak lama. Hanya datang khusus ingin meminang Anna.

“Pasti, Kek. Aku akan sering ke sini. Apalagi calon menantuku ada di sini hehe.” Tepat setelah mengatakan itu, Arun beranjak pergi meninggalakan kafe.


Pagi ini merupakan hari dimana Anna mulai bekerja. Anna dengan semangat datang ke kantor pukul 07.30. Masih terlalu pagi untuk para pegawai datang. Terlalu bersemangat sehingga Anna sejak subuh tadi sudah mempersiapkan diri. Mahendra pun ikut dibuat sibuk dengan menyiapkan bekal untuk dibawa Anna ke kantor. Satu persatu para pegawai mulai nampak berdatangan. suasana kantor yang tadinya sepi kini berubah semakin ramai dipenuhi para pegawai. Ada yang sibuk berjalan sambil mengobrol dengan rekan kerja, ada pula yang terburu-buru berjalan untuk masuk ke dalam ruangan, dan tidak jarang ada pula yang justru menikmati kopi ataupun teh hangat di pantry sebelum jam kantor dimulai.

Anna sedari tadi duduk di mejanya menunggu Almeda datang. Untuk anak baru seperti Anna, pasti harus mulai beradaptasi dengan kantor. Ada beberapa pegawai senior menghampiri Anna. Entah hanya sebatas bertegur sapa ataupun ikut mengobrol dengannya. Apalagi di divisi HR ini di dominasi pegawai pria, tentu para pegawai senang dengan kehadiran Anna. Selain cantik, Anna juga memang sangat ramah. Sikap itu semua tidak terlepas dari didikan sang Kakek.

“Anna, tolong berikan laporan ini pada presdir. Aku harus pergi meeting dulu. Kalau Mr bertanya, bilang saja kalau kau adalah staf baruku.” Titahnya dengan sangat jelas.

“Baik, Bu.”

Anna mengambil berkas tersebut. Sebelumnya ia memeriksa laporan itu terlebih dahulu sesuai arahan dari Almeda. Tujuannya adalah untuk berjaga kalau Mr menanyakan isi laporan tersebut. meskipun Anna pegawai baru ia dituntut harus bisa belajar dengan cepat.

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya