Bab [2] Pernikahan Seseorang

Pada saat yang bersamaan, Nyonya Besar Santoso sedang sibuk mencarikan calon istri dengan mahar selangit untuk Ardianto Santoso.

Ibu tirinya, Lisa Cahyani, yang mengetahui hal ini, langsung berencana menikahkan Sari dengan keluarga Santoso demi mendapatkan uang mahar yang fantastis.

Sambil menangis tersedu-sedu, Lisa mengatakan bahwa dia terpaksa melakukan ini. Semuanya demi menyelamatkan perusahaan Ayah dari kebangkrutan, semuanya demi kepentingan keluarga Lestari.

Namun, Sari Lestari tahu betul, ini hanyalah akal-akalan ibu dan anak tiri itu untuk mengusirnya dari keluarga Lestari secara terhormat!

Yang lebih tidak disangka Sari, pacarnya yang selama ini selalu mengatakan cinta dan hanya ada dirinya di hatinya, ternyata sudah mengkhianatinya habis-habisan!

Dia bahkan dipermainkan seperti orang bodoh, diputarbalikkan sesuka hati!

Pantas saja Fajar Santoso tidak mau membawanya kawin lari.

Pantas saja Fajar menyuruhnya menikah dulu, lalu berjanji akan menikahinya begitu Ardianto Santoso meninggal.

Ternyata itu semua hanya untuk menenangkannya.

Ternyata, Fajar sudah lama berselingkuh dengan perempuan lain.

Semua kenangan indah masa lalu hancur berkeping-keping, seperti topeng yang disobek paksa.

Sari Lestari bersandar di dinding, hatinya terasa terkoyak.

Ayahnya sakit parah, pacarnya berkhianat, dan sekarang dia akan dinikahkan dengan pria yang sekarat.

Kenapa nasib seorang Sari Lestari bisa begitu tragis?

"Fajar, lebih enak aku atau kakakku?"

"Jangan sebut-sebut perempuan kaku itu. Badannya kurus kering kayak papan, nggak ada rasanya sama sekali. Jelas beda sama Kirana-ku ini, yang bikin aku kangen setiap hari."

"Fajar, kamu nakal, deh," suara Kirana Lestari semakin lirih, bercampur dengan desahan yang membuat siapa pun yang mendengarnya akan merona.

Di dalam kamar, suara pergulatan mereka semakin panas, dua tubuh saling membelit satu sama lain.

Sari Lestari menegakkan tubuhnya dan mengepalkan tangannya, sorot matanya memancarkan hawa dingin yang menusuk.

Dulu dia mengira Fajar Santoso akan menjadi sandaran hidupnya.

Tak disangka, dia justru mengalami pengkhianatan yang begitu menyakitkan.

Sari ingin sekali mendorong pintu itu. Namun, setelah berpikir sejenak, dia berbalik dan berjalan menuju ruang ganti.

Dulu dia terlalu bodoh. Demi tidak menyusahkan ayahnya, dia selalu memilih untuk diam dan menahan semua penindasan dari ibu tiri dan adiknya di rumah. Dia bahkan rela menelan semua ketidakadilan demi kepentingan keluarga Lestari.

Mulai sekarang, dia tidak akan lagi membiarkan mereka membodohinya dan menindasnya!

Dia akan merebut kembali semua yang menjadi miliknya!

Dia kembali ke ruang ganti. Menatap cermin, dia merapikan penampilannya.

Melihat pantulan dirinya yang cantik dan berwajah dingin di cermin, Sari Lestari telah membulatkan tekad di dalam hatinya.

Pertunjukan yang sesungguhnya akan segera dimulai.


Upacara pernikahan pun dimulai.

Sari Lestari, mengenakan gaun pengantin yang indah, lengkap dengan vel putih dan buket bunga, berjalan dengan anggun diiringi alunan musik.

Dia mengucapkan janji suci seorang diri, lalu menyematkan cincin nikah ke jarinya sendiri.

Para tamu undangan di pesta itu mulai berbisik-bisik, menatapnya dengan pandangan aneh.

Dia sama sekali tidak peduli.

Dia menyelesaikan seluruh rangkaian acara sendirian.

Mulai hari ini, dia adalah istri dari orang terkaya di Jakarta, Ardianto Santoso. Tidak akan ada lagi yang berani menindasnya.

Meskipun, suami barunya, pria yang pernah begitu berkuasa di Jakarta ini, usianya sudah tidak akan lama lagi.

Pernikahan pun berakhir.

Sari Lestari diantar ke vila mewah milik Ardianto Santoso.

Rumah megah ini terletak di kawasan elit pusat kota, dibangun dengan biaya triliunan rupiah.

Mengikuti Bu Indira, Sari Lestari akhirnya tiba di kamar Ardianto Santoso.

Ardianto Santoso terbaring tenang di atas ranjang besar.

Wajahnya memiliki kontur yang tegas dan dalam. Meskipun sedang tertidur lelap, aura bangsawan tetap terpancar dari raut wajahnya.

Karena sudah terlalu lama terbaring, kulitnya menjadi pucat pasi.

Warna pucat itu seperti porselen putih kualitas terbaik yang dibakar di tanur kuno selama ribuan tahun; setelah melalui proses penempaan, melahirkan sebuah keindahan yang ekstrem.

Dia tampak seperti dewa yang turun dari kahyangan, namun juga memancarkan aura kerapuhan.

Meski begitu, ketampanannya tetap saja membuat orang tidak bisa berpaling.

Kalau bukan karena dia sudah menjadi vegetatif dan divonis tidak akan hidup lama, mungkin bukan Sari Lestari yang akan menjadi istrinya.

Dulu, wanita dari keluarga terpandang mana di Jakarta yang tidak ingin menikah dengannya?

Sebelum menjadi vegetatif, dia memimpin Grup ST, seorang tokoh besar yang memegang kekuasaan mutlak. Semua keinginannya di Jakarta pasti terwujud.

Dia terbiasa berdiri di puncak piramida, memandang rendah seluruh umat manusia.

Rumor mengatakan dia kejam, temperamental, dan menguasai dunia hitam maupun putih. Siapa pun yang berani memprovokasinya, tidak ada yang berakhir baik.

Sari Lestari bahkan dalam mimpinya pun tidak pernah membayangkan suatu hari nanti bisa menikah dengan Ardianto Santoso.

Pria legendaris ini.

Saat dia sedang melamun menatap Ardianto Santoso yang terbaring koma, pintu kamar tiba-tiba didorong terbuka.

Ternyata Fajar Santoso!

Dia menerobos masuk dan langsung mencengkeram pergelangan tangan Sari Lestari.

"Sari, maafkan aku! Aku tadi diawasi dengan ketat, nggak bisa pergi sama sekali. Aku baru bisa datang menemuimu sekarang."

Dulu, Sari Lestari selalu tertipu oleh sikapnya yang penuh perasaan ini. Seolah-olah pikirannya sudah dibutakan oleh cinta.

Sari menarik tangannya kembali, menatap Fajar dengan dingin.

Dia mendengus. "Fajar Santoso, aku sudah menikah dengan pamanmu. Sekarang kamu harus panggil aku apa, perlu aku ajari?"

"Sari, jangan begini, dong. Aku nggak membawamu kawin lari karena aku nggak mau kamu hidup susah. Begitu kita kabur, bukan cuma aku yang nggak akan dapat sepeser pun harta keluarga Santoso, tapi keluarga Santoso juga akan mengerahkan bodyguard untuk memburu kita ke seluruh dunia. Aku melakukan ini semua demi keselamatan dan kebahagiaanmu!"

Sari Lestari melipat tangannya di dada, menatap Fajar dengan dingin. "Terus?"

Menghadapi Sari yang sekarang, Fajar sedikit bingung dan tidak bisa menebak isi pikirannya.

Dia menelan ludah. Melihat Sari yang tetap diam tak bergeming, dia memberanikan diri untuk melanjutkan, "Pamanku sekarang koma, dia nggak mungkin bisa melakukan apa-apa padamu. Kamu sekarang adalah istri sahnya, kamu cuma perlu menunggu dia mati, dan kamu bisa mewarisi seluruh kekayaannya yang luar biasa besar!"

Fajar menggenggam tangan Sari dengan penuh semangat. "Saat itu tiba, semua miliknya, bukankah akan menjadi milik kita? Dan lagi, kita tidak perlu sembunyi-sembunyi!"

Mengingat adegan Fajar bercinta dengan Kirana Lestari, Sari merasakan gelombang mual yang hebat.

Dia tersenyum sinis, matanya sedikit menyipit.

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya