Bab 4
Sanny Chandra berkata dengan sedikit canggung, “Abang ipar, bisa tidak kamu kembali ke tempat tidur awalmu? Aku tidak terbiasa tidur bersama orang lain.”
“Dari hari ini, mulailah terbiasa.”
Sanny Chandra merasa pria ini sangat mendominasi. Semua sudah diputuskan, bahkan tidak menanyakan pendapatnya dulu.
Sanny Chandra berbaring di pinggiran kasur, tidak berani mendekat satu meter dengan pria itu.
Beberapa menit kemudian, sepertinya Jordan Wijaya tidak ingin membaca buku lagi. dia meletakkan buku di atas meja samping kasur, lalu mematikan lampu dan bersiap tidur.
Tepat ketika Sanny Chandra sedang dilema malam ini dia mungkin akan sangat lama baru bisa tidur, sebuah lengan yang kokoh terjulur dari samping dan merangkul pinggangnya yang ramping.
Badan Sanny Chandra bergidik pelan, seluruh perhatian dari badannya seolah-olah terpusat di bagian pinggang. Pria di belakangnya seperti tidak menyadari kecanggungannya, bahkan lebih mendekat.
Punggung Sanny Chandra menempel pada dada yang panas membara. Dipeluk oleh pria yang berbadan telanjang seperti ini, adalah pertama kalinya…..
Jantung kecilnya berdetak lebih kencang. Tidak tahu apakah karena terlalu hening, dia bisa mendengarkan detak jantungnya sendiri yang semakin cepat. Seketika Sanny Chandra tidak tahu harus berbuat apa saking gugupnya.
“Hhmm… Abang ipar, kamu peluk aku begini… aku tidak bisa tidur, aku tidak terbiasa tidur dengan dipeluk orang….” Sanny Chandra berkata dengan lemah. Dia merasa jika terus dengan posisi ini, malam ini dia bukan lagi akan sangat lama baru bisa tidur, tetapi sama sekali tidak bisa tidur!
“Kenapa tidak bisa tidur? Kamu mau itu?” Suara pria yang berat rendah dan serak berbunyi di belakang, beriringan dengan napas panasnya yang menghembus di belakang leher.
Sanny Chandra menahan keinginan tubuhnya untuk bergidik, dia menggigit bibir dan berkata, “Abang ipar, aku tidak punya kebutuhan di bidang itu, benar. Aku tidak sama dengan kakak. Sebenarnya… sebelumnya jika kamu rela banyak temani kakak, bukan abaikan di samping, dia pasti tidak akan selingkuh sebelum nikah.”
Pria itu terdiam selama dua detik. Ketika Sanny Chandra mengira dirinya membuat pria itu marah, suaranya berbunyi lagi, “Lihat kakakmu… tidak punya selera.”
Sanny Chandra, “…?” Lihat aku, kamu pun punya selera? Apakah aku tampaknya sangat lezat?
“Tidurlah.” Selesai bicara, Jordan Wijaya memejamkan matanya.
Sanny Chandra mengira malam ini dia pasti akan insomnia, tak disangka belum berapa lama memejamkan mata, dia sudah masuk ke alam mimpi.
Keesokan paginya ketika Sanny Chandra bangun, tempat di sebelahnya sudah tidak memiliki suhu.
Sanny Chandra bangun dan pergi mandi. Begitu turun ke lantai bawah, dia melihat Jordan Wijaya sudah duduk di meja makan dan menyantap sarapan dengan elegan.
Melihat dia turun ke bawah, pelayan rumah masuk ke dapur mengambilkan sarapan yang dihangatkan untuk Sanny Chandra. Ada lima jenis sarapan, semua adalah kesukaannya.
Tak disangka selera abang ipar begitu mirip dengannya.
Sanny Chandra duduk di seberang Jordan Wijaya, “Pagi, Abang ipar.”
Jordan Wijaya mengerutkan alis, tetapi tidak mengoreksi panggilan Sanny Chandra.
Setelah selesai menyantap sarapan pagi, Jordan Wijaya bangkit berdiri dan berkata, “Siap-siap, pulang ke kediaman tua.”
Seketika Sanny Chandra menjadi gugup, “Hhmm, aku….” Tidak ingin pergi.
“Siap-siap.” Jordan Wijaya tidak memberinya kesempatan untuk menolak, langsung menyuruh orang membawa Sanny Chandra pergi berganti pakaian dan berdandan, lalu membawanya masuk ke dalam mobil.
Di tengah perjalanan menuju kediaman tua Keluarga Wijaya, terasa bagai melangkah naik ke tempat eksekusi. Sanny Chandra meletakkan dua tangan di atas paha, sama sekali tidak berani bicara karena gugup.
Tatapan Jordan Wijaya tertuju pada tangan kecil Sanny Chandra yang terkepal erat, dia mengencangkan bibir dan berkata, “Pada akhirnya menantu jelek juga harus menghadap papa mama mertua. Berhasil lolos hari ini juga masih ada hari lain.”
Sanny Chandra, “….” Dasar abang ipar berengsek! Kemarin malam masih katakan aku cantik, hari ini pun sudah katakan aku jelek!
Tepat ketika Sanny Chandra merasa tidak senang dalam hati, sebuah tangan besar memegangi kepalan tangannya, seperti sedang memberinya penghiburan.
Telapak tangan Jordan Wijaya terasa hangat, seolah-olah dapat menenangkan hatinya yang gugup.
Setengah jam kemudian, mobil berhenti di depan pintu kediaman tua Keluarga Wijaya. Ketika mereka melangkah masuk, terlihat papa mama sudah lama menunggu di sofa ruang tamu yang luas.
Raut wajah Papa Wijaya dan Mama Wijaya tampak tidak begitu baik. Sangat jelas, karena masalah penggantian pengantin kemarin, mereka berdua tidak begitu senang. Pastinya mereka sudah tahu mengapa terjadi keadaan penggantian pengantin tepat sebelum acara pernikahan.
Sanny Chandra menarik napas dalam-dalam, dia berencana tidak peduli bagaimana dimarahi nanti, dia akan terus diam. Pada dasarnya masalah ini terjadi karena Liviani Chandra menyelingkuhi Jordan Wijaya tepat sebelum acara pernikahan, ini merupakan tanggung jawab Keluarga Chandra. Jika tidak ditangani dengan baik, masa depan Keluarga Chandra pun bisa dibayangkan.
Sanny Chandra juga tidak berani duduk. Setelah Jordan Wijaya menyapa papa mama, dengan suara kecil dia memanggil, “Paman, Bibi.”
Mendengarnya, Mama Wijaya sudah mengernyit. Ekspresi ini membuat hati Sanny Chandra panik. Dia baru memanggil dua kata saja bibi sudah marah, kelihatannya hari ini dia akan dimarahi dengan sangat parah!
“Tidak peduli kamu bersedia nikah ke dalam keluarga kami atau tidak, tetapi karena kamu sudah nikah kemari, panggilannya harus diubah. Panggil paman bibi, apakah cocok?!” Tatapan Mama Wijaya pada Sanny Chandra tidak begitu bersahabat, “Panggil kami papa mama!”
“Iya! Papa, Mama.” Sanny Chandra merasa sedih, kenapa orangtua abang ipar menjadi orangtuanya?
Barulah raut wajah Mama Wijaya sedikit membaik, “Seluk-beluk masalahnya, kamu sudah tahu. Kali ini kakakmu memang sedikit keterlaluan, benar-benar tidak taruh Keluarga Wijaya kami ke dalam mata. Jika masih ada waktu sebelum acara pernikahan, bagaimanapun kami juga tidak akan biarkan masalah canggung seperti kemarin malam itu terjadi. Tetapi karena baru ketahuan sebelum acara pernikahan, juga tidak ada cara lain. Untungnya kamu taat aturan. Ke depannya kamu harus lebih patuh lagi, jangan seperti kakakmu, paham tidak?”
Sanny Chandra, “….” Begini saja? Tidak marahi dia? Bukankah seharusnya melampiaskan penghinaan yang Liviani Chandra bawakan untuk Keluarga Wijaya kepadanya? Dia pun sudah bersiap dimarahi dengan parah hari ini.
“Kenapa tidak bicara? Apakah kamu tidak puas dengan perkataanku?” Mama Wijaya memelototi Sanny Chandra dengan tidak senang. Kenapa reaksi menantunya ini begitu lamban?
“Tidak ada.” Sanny Chandra bergegas menjawab.
“Bagus kalau begitu. Sebelumnya kita juga tidak pernah mengobrol bagaimana, hari ini aku akan bicarakan baik-baik denganmu, hal apa saja yang harus dipenuhi sebagai menantu Keluarga Wijaya kita.”
Sanny Chandra berdiri dengan patuh, bersiap mendengar amanah berikutnya.
Kemudian, Mama Wijaya berkata dengan wajah serius, “Hal pertama, juga hal yang paling utama, adalah lahirkan anak dulu.”
Wajah Sanny Chandra menjadi merah, “Ba… baik.” Iyakan dulu saja, dia pun tidak mau melakukan itu dengan abang ipar!
Melihat Sanny Chandra begitu patuh dan taat, Mama Wijaya mengangguk dengan puas, “Hal lain tidak begitu penting, asalkan jangan buat Keluarga Wijaya kita malu di luar sana. Beberapa hari ini cari waktu pergi periksa badan, jika ada masalah harus cepat ditangani. Aku tidak ingin cucuku tidak sehat! Selain itu, ke depannya terkait makanan dan pola hidup kamu, aku akan cari orang profesional buatkan pengaturan untukmu. Harus lahirkan keturunan pewaris yang sehat!”
“Baik.”
Mama Wijaya sangat puas terhadap Sanny Chandra yang begitu patuh, “Terkait konten yang kakakmu unggah di Instagram, kamu juga tidak perlu peduli, akan kami urus."
