Bab 2
“Apakah kedua bocah itu yang melakukannya?”
Binar tersenyum. "Aku minta maaf karena mempermalukan diriku sendiri, Dokter Vanes, nanti data itu pasti akan kembali."
Dua puluh menit kemudian, kedua putra kembarnya dibawa ke klinik bedah plastik milik Dokter Vaness. Kedua anak itu melihat ekspresi serius di wajah maminya, mereka sedang berpikir dengan mencari alasan.
"Mami, silakan duduk. Mami sudah bekerja keras."
"Mami, apakah Mami mau minum? Aku akan mengambilkannya untuk Mami."
"Mami, apakah bahunya sakit? Biarkan aku memijatmu ..."
Binar ingin memberi kedua anak itu pelajaran, tetapi ketika dia melihat kedua anak itu seperti ini, dia tidak bisa memaksa dirinya untuk memarahi mereka. Mereka sangat menggemaskan, namun Binar tentu saja harus mendidik kedua putra kembarnya dengan baik, dia tidak mau memanjakan keduanya dan membiarkan kesalahan mereka hanya karena keduanya masih kecil.
Binar meraih salah satu dari mereka dan membawa mereka berdua ke depannya. "Apakah kamu tahu kamu salah?" tanyanya.
Langit menggaruk kepalanya dan berkata, "Mami, kami hanya tidak ingin Mami bekerja terlalu keras."
Bumi meletakkan tangannya di pinggangnya dan menggema, "Ya, Mami berat badanmu turun banyak. Kami hanya kasihan padamu. Aku harap Mami bisa istirahat."
Di samping mereka, Dokter Vanes berkata, "Kalian berdua telah menghancurkan komputer dan instrumen. Tahukah kamu bahwa ada catatan pekerjaan Mami kalian? Datanya rusak, dan Mamimu tidak akan istirahat. Sekarang dia harus bekerja untuk waktu yang lama. beberapa hari lagi."
Bumi mendongak dan berkata dengan suara kekanak-kanakan, "Kami tidak akan merusak data Mami. Kami semua memiliki datanya sudah di backup. Selain itu, kami memiliki banyak perlindungan untuk data Mami. Ini sangat aman." Anak itu menatap Binar dengan percaya diri. "Jika Mami tidak percaya padaku, aku akan menunjukkannya pada Mami."
Saat Bumi berbicara, dia mengeluarkan laptop yang dibawanya, dan mulai mengetuknya dengan jari-jari kecilnya.
Sekitar sepuluh menit kemudian.
"Selesai!" seru Bumi..
Binar langsung menghampiri Langit untuk memeriksa hasil komputer, dan kemudian berkata kepada Dokter Vaness, "Dokter, percobaan telah mencapai tahap akhir, dan sebagian besar data ada di sini. Aku akan mengirimkan data saat ini terlebih dahulu. Aku akan mengirimkan sisanya nanti."
Dokter Vaness menyaksikan seluruh proses dari samping dan saat ini, dia benar-benar kagum.
Kedua anak kembar Binar sungguh sangat jenius, kenapa bisa anak yang harusnya hanya bermain saja malah mempunyai kecerdasan di luar nalar? Binar sungguh diberkahi Tuhan dengan kedua anak yang luar biasa! Bumi sangat pintar dalam berbicara di forum, bahkan sangat pintar berdebat dengan berita-berita luar negeri dan investasi yang baik dalam bisnis. Sedangkan Langit, dia sangat ahli dalam teknologi, pintar dalam membuat program, meski usianya masih kanak-kanak, Langit sudah menjadi hacker terkenal. Selain itu, mereka tidak hanya berbakat, tetapi juga tampan, lincah, dan ceria.
Setiap kali mereka membuat masalah dan ingin memarahi mereka, siapapun tidak berani memarahi kedua anak yang menggemaskan itu, dan selalu saja ada hal yang tak terduga dari dua anak kembar jenius itu.
Setelah merasakan tatapan Dokter Vaness, Binar segera berkata, "Aku sangat menyesal telah membuat Dokter khawatir. Tolong jangan marah. Dokter harus menjaga kesehatan dengan baik."
‘Jangan marah. Jangan memarahinya!’ batin Dokter Vaness. Pria paruh baya itu berhenti sejenak dan kemudian tersenyum. "Jangan khawatir, aku tidak akan mengatakan apapun tentangmu kali ini."
“Terima kasih, Dokter. Anda selalu saja kami repotkan,” balas Binar.
"Aku punya tugas yang sangat penting untukmu." Vaness tersenyum. "Aku berencana untuk kembali ke Jakarta dan membuka klinik besar di sana terutama klinik kecantikan atau klinik bedah. Saat ini, aku masih memiliki banyak pekerjaan yang harus dilakukan. Setelah memikirkannya, aku pikir kamu adalah pilihan terbaik."
Binar tercengang dan ragu-ragu. "Kembali ke Jakarta?" tanyanya tak percaya. Binar tentu saja terkejut ketika Dokter Vaness mengatakan tentang Jakarta sebab enam tahun lalu, ketika dia pergi, dia tidak pernah berpikir untuk kembali.
Sekarang dia harus kembali? Binar sangat berat untuk pergi dari negara ini karena dia sudah terbiasa tinggal di sini. Binar ingin menolak, tetapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa.
Dokter Vaness berkata, "Binar, aku harap kamu bisa mempertimbangkannya lagi karena Pengembangan dan klinik bedah plastik atau kecantikan sedang trend di Indonesia, kita harus membukanya agar masyarakat tak perlu ke luar negeri untuk melakukan bedah plastik. Kamu juga dokter bedah yang luar biasa dan juga banyak pasien di sini yang memujimu, mereka pun menyangka wajahmu ini adalah hasil bedah plastik, padahal kecantikan kamu ini adalah alami, pengalamanmu juga banyak, jadi aku harap kamu bisa kembali ke Jakarta." Dokter Vaness tersenyum, "Kamu tidak lagi lemah seperti dulu. Bahkan jika kamu menghadapi beberapa masalah, kamu masih memiliki kemampuan untuk menyelesaikannya. Jadi jangan takut."
Dokter Vaness sudah mengatakan itu, jadi Binar tidak bisa mengatakan apa-apa. Sebenarnya apa yang dikatakan Dokter Vaness itu tidak salah.Dalam beberapa tahun terakhir, dia memang telah melewatkan banyak hal dan juga berkembang lebih baik lagi, dan akan mudah untuk menyelesaikan masalah apa pun.Tidak perlu takut apa pun.Dan itu sudah enam tahun berlalu. Pria itu mungkin sudah mati, atau dia benar-benar melupakan dirinya sendiri. Apa yang harus ditakuti?
"Dokter, saya bersedia untuk kembali," kata Binar.
Vaness sangat senang. "Bagus sekali. Saat kamu kembali kali ini, aku akan membiarkan Jessie mengikutimu, selain itu, akan ada juga tim profesional untuk membantu kamu dalam pekerjaan nanti di Jakarta"
"Terima kasih, Dokter Vaness,” balas Binar tersenyum.
...
Esok hari kemudian, Binar naik ke pesawat bersama kedua anaknya.
Setengah jam sebelum pesawat mendarat, kedua anak lucu itu saling berpandangan dengan girang. Sesuai kesepakatan, mereka datang ke toilet pesawat. Dua anak kembar berkumpul dan sedang mendiskusikan sesuatu.
"Kita akhirnya akan mendarat, Bumi, perhatikan baik-baik. Orang ini." Langit menunjuk seorang pria yang di depan mereka.
"Apakah dia papi kita?" tanya Bumi.
"Ya, dia adalah orang brengsek yang menelantarkan istri dan anaknya." Langit menjawab dengan sok dewasa.
"Huh, jika kita menemukan kesempatan, kita harus memberinya pelajaran!" balas Bumi dengan mimik wajah kesal tapi dengan mimik wajah yang lucu.
Tak lama, ada ketukan di pintu. "Langit, Bumi, kalian berdua harus segera keluar. Saatnya turun dari pesawat."
"Oke!" balas Bumi dan Langit dengan kompak.
...
Setengah jam lagi berlalu.
Di aula bandara Soekarno Hatta.
Ini adalah pertama kalinya Binar membawa kedua anak itu kembali ke tanah air mereka. Melihat pemandangan yang familiar di depannya, dia merasa sedikit bersemangat.
Mereka bertiga baru saja turun dari pesawat, tapi kedua mata Langit menatap salah satu gerai makanan yang menarik matanya.
"Mami, aku ingin mencobanya. Kelihatannya enak." Langit menatapnya dengan matanya yang besar dan bahkan tidak berkedip.
Bumi menepuk dahinya dan berkata, "Produk lokal ini pada dasarnya dibeli dan dibawa pergi oleh para turis. Kita harus tinggal di sini untuk jangka waktu tertentu, jadi kita tidak perlu membelinya."
Binar mengulurkan tangan dan mengacak-acak rambut si kecil. "Kucing kecil yang rakus."
Langit meraih lengan Binar dan mengguncangnya ke depan dan ke belakang. "Aku ingin tetap mencobanya, Mami. Aku belum pernah memakannya."
"Oke, oke, oke, Mami akan membawa makanan itu dan membelinya."
Binar menunggu di dekat pintu gerai makanan itu sambil berdiskusi dengan asistennya, dan setelah berdiskusi secara singkat mengenai rencana setahun kedepan serta hunian di Jakarta, dia langsung meraih ponselnya dan berniat mengirim pesan pada Vaness, namun dia tidak memencet tombol send karena ada suara yang tidak asing terdengar olehnya.
"Kamu harus mendapatkannya kembali! Kamu bahkan tidak bisa menjaga anak kecil. Apa yang kamu lakukan!" Suaranya penuh amarah, tapi masih rendah dan menyenangkan seperti sebelumnya.
Binar mendongak dan melihat seorang pria tidak jauh dari tempatnya berdiri. Begitu banyak orang di bandara, tetapi dia masih melihatnya sekilas dari kerumunan. Jas hitam itu menggambarkan sosoknya yang sempurna. Sosoknya yang tinggi dan lurus persis sama seperti dulu, dengan profil yang berbeda, seperti patung perunggu yang sempurna. Pria yang siluetnya saja terlihat seperti dewa yang rupawan. Detik ini Binar hanya bisa tertegun dan mendadak pikirannya kacau, ternyata seberapa lama waktu telah berlalu tetap saja hatinya hancur, luka yang pria itu berikan meninggalkan jejak air mata untuk hidupnya. Pria itu tetap sama! Angkuh, dingin, dan juga seperti monster.
"Barra!" lirih Binar. Dia tidak berharap untuk bertemu dengannya pada hari pertama dia kembali ke tanag air. Jantungnya tidak bisa membantu tetapi mempercepat sedikit.Tapi segera kembali normal.Tidak ada emosi lain di wajahnya kecuali ketidakpedulian. Dia akhirnya bisa berdiri dengan tenang di depan pria ini. Ya, Binar tidak mau lagi kalah dan tertindas, baginya pria itu telah mati tepat pada malam dia meninggalkan rumah itu dengan surat cerai itu.
Pada saat ini, dua anak yang pergi membeli makanan khas nusantara kembali padanya.
"Mami, aku sudah membelinya." Bumi dengan bangga mengeluarkan sebuah tas.
Binar menunduk untuk melihat kedua putranya. Mereka adalah putranya, dan mereka terlihat sangat mirip satu sama lain.Tidak, Binar tidak bisa ditemukan oleh pria itu. Kedua putra kembarnya adalah hartanya dan dia tidak mau satu orang pun mengambil hal yang berharga di hidupnya.
Binar segera memegang tangan kedua putra kembarnya. "Ayo pergi. Tante Tyas sudah menunggu kita." Setelah itu, dia pergi dengan cepat.
Pada saat yang sama, Barra sepertinya telah mendengar suara yang dikenalnya, jadi dia melihat ke arah suara itu. Ada seorang wanita di belakang kerumunan.
Dia tampak seperti wanita itu, Binar!
"Dia kembali?"
