Bab 10


Paramitha pulang agak larut, ia takut kalau Tristan sudah sampai di rumah duluan. Saat mau menghubungi suaminya, ponselnya mati kehabisan baterai. Paramitha membuka kunci rumah dan ia melihat rumah tampak sepi dan masih gelap. "Apa mas Tristan sudah tidur ya?" pikirnya, lantas ia berjalan menuju kamar suaminya. Pintu terkunci, Paramitha tahu kalau Tristan tidak mau ia masuk ke kamar pribadi lelaki itu.

Paramitha menghela napas, ia langsung melenggang pergi menuju kamarnya. Dan Paramitha buru-buru menyalakan ponselnya, ia takut kalau Tristan membalas pesannya.

Nihil.

Tidak ada balasan dari lelaki itu, pesan yang ia kirim hanya dibaca saja. Hati Paramitha sakit, lelaki itu menumbuhkan luka dan cinta sekaligus padanya. Haruskah ia bertahan? Mampukah ia bersabar lebih lama lagi atas sikap Tristan yang kasar padanya?

"Ya Tuhan... Aku harus bagaimana? Aku sedang lelah saat ini. Aku ingin istirahat sejenak dan melupakan segala kesedihan yang terus saja berjalan ke arahku. Aku ingin bahagia, bisa kah hanya sekali saja aku merasakannya?" keluh Paramitha.

Air matanya jatuh dengan deras, hujan luka terus saja menyebabkan badai kepedihan. Paramitha menangis, bahkan saat kedua matanya sudah menutup dengan erat.

Hujan air mata datang membawa luka, semoga setelahnya tumbuh pelangi indah.


Keesokan harinya, Paramitha sengaja bangun lebih siang. Tubuhnya kurang fit karena tamu bulanan datang di hari pertama. Paramitha langsung menuju dapur dengan mata sembab dengan baju yang masih belum ia ganti dari kemarin.

Baru saja ia meneguk segelas air, Paramitha terkejut karena melihat Tristan yang sedang mengambil roti.

"Kenapa bengong? Apa aku ini hantu?" tanya Tristan.

Paramitha menggelengkan kepalanya. "Aku kira Mas enggak pulang semalam," jawabnya dengan suara yang masih serak.

Tristan tak membalas ucapan Paramitha, ia masih sibuk dengan selai roti di tangannya.

"Mas mau aku buatkan sesuatu?" tawar Paramitha.

"Tidak perlu," jawab Tristan datar.

"Mas, hari ini aku—" Paramitha menjeda ucapannya beberapa detik. "Tidak jadi, aku lupa," tambahnya. Paramitha merasa percuma memberitahukan pada Tristan perihal dirinya yang dapat Surat peringatan dan off mengajar selama sebulan. Paramitha tahu kalau Tristan pasti tidak peduli dengan apa pun yang terjadi padanya.

Keduanya pun tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Mereka tinggal satu atap, tapi seperti dua orang asing yang tak pernah mengenal sama sekali. Menyapa sekedarnya dan tak banyak bicara. Situasi yang sebenarnya membuat Paramitha benci.

Tristan pergi ke luar begitu saja tanpa pamit pada Paramitha, lelaki itu tidak pernah menganggap Paramitha ada dalam dunianya. Paramitha tak pernah sedikitpun ia lihat, baginya Paramitha tak terlihat.

"Apa aku bisa masuk ke duniamu itu, Mas? Rasanya sakit karena aku tak pernah kamu anggap sama sekali," ucap Paramitha sedih.

Ponsel Paramitha bunyi dan nadanya terdengar nyaring. Ia langsung buru-buru menuju kamar dan mengambil ponselnya di atas nakas dan menjawab panggilan masuk dari Asih.

"Assalamu'alaikum, Bu Asih," sapa Paramitha.

"Wa'alaikumussalam, Bu Mitha. Saya ganggu enggak?"

"Enggak ganggu sama sekali, Bu."

"Kalau begitu nanti komunitas pasti hebat mau ngajar di dekat jembatan. Mereka mau ngajar calistung sama anak-anak jalanan yang tidak sekolah. Bu Mitha mau langsung ngajar atau nanti saja?"

"Boleh, Bu. Saya langsung datang saja dan ngajar. Jam berapa, Bu?"

"Nanti dijemput sama anggota komunitas saja ya, Bu. Bu Mitha kasih alamatnya saja dan nanti saya kasih kontak kang Firman yang akan jemput Ibu," jawab Asih.

"Yang jemput lelaki, Bu?"

"Iya, Bu."

"Hanya kang Firman yang jemput?"

"Iya, Bu. Apa Bu Mitha keberatan?"

"Iya, Bu. Saya agak risih saja kalau sama lelaki. Bagaimana kalau saya langsung saja datang ke lokasi, Bu? Saya tidak usah dijemput."

"Saya enggak enak kalau Bu Mitha harus bersusah-susah datang ke sana. Tempatnya di kabupaten dan lumayan terpencil, Bu," ucap Asih merasa enggak enak.

"Enggak masalah, Bu. Saya sekalian belajar mengenal tempat di Bandung," balas Paramitha. "Nanti kalau saya nyasar, saya langsung menghubungi kang Firman."

"Oke, kalau begitu. Saya kirim lokasinya ke Bu Mitha ya!" Eh, Bu. Kalau di luar sekolah bagaimana kalau kita bicara dengan bahasa santai saja. Jangan formal seperti di sekolah," usul Asih.

"Oke, Teh. Saya panggil Teh Asih saja ya!"

"Oke, Mitha. Nanti sore ketemu ya di basecamp komunitas," ucap Asih.

"Oke, Teh. Ditunggu."


Paramitha terus saja tersenyum dan ia merasa bahagia karena mengajar anak-anak yang tidak bisa melanjutkan sekolah karena banyak faktor. Anak-anak yang semula malu-malu dan canggung pada Mitha akhirnya bisa akrab dan merasa nyaman dengan sosok Paramitha. Anak- anak pun tak segan-segan memanggil Paramitha dengan sebutan– Kakak Peri, kata mereka Paramitha sangat cantik dan juga baik, mereka ingin melihat Paramitha memakai sayap.

"Terima kasih ya karena anak-anak jadi semangat belajarnya berkat kamu," ucap Firman.

"Sama-sama, Kang. Saya justru sangat senang karena Kang Firman mau memberikan kesempatan pada saya untuk mengajar mereka, saya kan jadi lebih bersemangat," balas Paramitha.

"Komunitas kami sedang merintis sekolah gratis, kita memang butuh donatur banyak agar impian kami cepat terealisasi. Sangat sulit mencari donatur yang mau menyumbangkan dananya," kata Firman.

"Insya Allah nanti saya juga ikut mencari donatur ya, Kang. Tapi saya enggak janji bisa dapat donatur dengan cepat. Saya tidak punya koneksi yang luas, saya pun baru pindah ke Bandung belum lama."

"Memangnya Mitha asal dari mana?"

"Saya dari Jakarta, Kang. Saya pindah ke Bandung karena ngajar di sini. Saya dan teh Asih satu rekan guru."

"Pantesan Asih merekomendasikan kamu sama kami. Lalu gimana ngajarnya kalau tiap pagi harus ngajar di sini?"

"Sebulan ini saya free, Kang. Jadi bisa ngajar full sampai sore. Kalau nanti sudah ke sekolah lagi, mungkin sore atau weekend saya bisa," jawab Paramitha.

"Mau full ngajar sampai sore? Serius?" tanya Firman terkejut.

"Serius, Kang. Kenapa memangnya?"

"Tapi enggak dibayar apa-apa. Ngajar di sini sukarela saja," balas Firman.

"Tak masalah, Kang. Saya senang karena sebulan ini ada kesibukan. Saya senang ngajar juga, apalagi ngajar anak-anak," ucap Paramitha.

"Alhamdulillah, masih ada orang yang tulus kayak kamu, Mitha. Anak-anak enggak salah manggil kamu–Kakak peri," tukas Firman. Paramitha hanya tersenyum mendengarnya, ia juga merasa aneh karena panggilan baru dari anak-anak untuknya.

Kakak peri.


Jonathan masuk ke kamar anaknya, ia dapat laporan dari asisten rumah tangga, pengasuh dan Bu Nancy kalau hari ini Summer membuat ulah.

Jonathan duduk di tepi ranjang dan melihat Summer belum tidur. Anaknya itu melamun lagi.

"Sayangnya Daddy... Kenapa belum tidur?" tanya Jonathan, ia mengelus rambut Summer lembut.

"Summer lagi kesal!" balas Summer ketus.

"Kesal kenapa, sayang?"

"Di sekolah tadi Bu Mitha enggak ada!"

"Lho kenapa enggak ada? Bu Mitha izin?"

Summer menggelengkan kepalanya. "Tadi Summer enggak sengaja mendengar guru lainnya bicara, katanya itu gara-gara Daddy! Daddy kenapa melakukan itu sama bu Mitha? Summer semangat pergi ke sekolah karena ada bu Mitha. Kalau tidak ada bu Mitha, Summer enggak mau ke sekolah!" ancamnya.

Jonathan terkejut mendengar penuturan dari Summer, kenapa dirinya terlibat dengan masalah yang ia tidak tahu. Jonathan menghela napasnya, "Daddy nanti bicara lagi ya sama pihak sekolah dan Daddy janji kalau nanti bu Mitha ngajar di sekolah lagi, asal sekarang princess-nya Daddy tidur dan semangat terus untuk sekolah."

"Daddy janji?" tanya Summer.

Jonathan menganggukan kepalanya. "Tentu saja Daddy janji."

"Enggak bohong, kan?"

"Masa Daddy bohong sama princess," balas Jonathan.

"Tapi nenek sihir itu selalu bohong sama Summer," cibir Summer.

"Nenek sihir? Siapa?"

"Tante Grey! Daddy jangan mau dibohongi sama dia! Summer lebih suka sama bu Mitha, lebih baik Daddy deketnya sama Bu Mitha aja," jawab Summer.

"Kok Summer bisa bilang begitu?"

"Karena Summer sudah jatuh hati pada Bu Mitha, dia seperti peri. Sangat cantik dan baik hati," jawab Summer dengan kedua matanya yang berbinar-binar.


Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya