Bab 4

Begitu pulang dan mengalihkan perhatian Dogan, harus cari kesempatan, hehehe...

Wu Erhu dengan pikiran yang penuh harapan mengikuti Qiumei dan anaknya masuk ke rumah kecil mereka. Keluarga Qiumei hanyalah keluarga biasa, hanya bergantung pada beberapa petak sawah dan ladang untuk bertani. Tidak ada penghasilan tambahan, jadi meskipun tidak kelaparan, mereka juga tidak kaya. Hanya beberapa rumah kecil saja.

"Kakak ipar, kenapa Bang Daniu belum pulang juga?" tanya Wu Erhu dengan sengaja.

Selain itu, sepertinya saat tadi berbicara dengannya, Daniu datang dari arah rumah Kak Lan Hua, dia sedikit penasaran apa yang dilakukan Daniu di sana...

Apakah dia tidak kapok setelah dipukul kepala desa?

"Katanya suami Lan Hua, Pak Guru Wu Yong, mau menulis surat terima kasih buat kamu. Untuk bahan lebih banyak, dia mau wawancara Daniu. Bagaimanapun, kamu telah menyelamatkan Dogan dan anaknya, Sinan. Mereka berdua adalah ayah dari kedua anak itu... Dogan, kamu tidur dulu di ranjang, ya! Ibu mau masak buat Paman Wu Erhu," kata Qiumei dengan lembut kepada anaknya.

Surat terima kasih?

Wu Erhu tidak tahu tentang ini, tapi surat terima kasih seperti itu, hanya Pak Guru Wu Yong yang bisa terpikirkan. Bagaimanapun, hanya orang yang pandai menulis yang bisa terpikirkan hal seperti itu.

Dia hanya sedikit terkejut, tidak berpikir banyak. Tapi dia tidak tahu, surat terima kasih itu akan membawa perubahan besar dalam hidup dan nasibnya, ini cerita nanti.

Lalu, Dogan yang mendengar kata-kata ibunya, dengan polos berkata:

"Oh, Bu, kenapa Ibu tidak memberikan adik Ibu kepada Paman Wu Erhu? Aku tidak akan bilang ke Ayah."

Dogan masih memikirkan hal itu? Dia tidak mengerti kenapa ibunya begitu pelit dalam hal ini?

"Kamu ini anak kecil, ini urusan orang dewasa, kamu tidak paham. Apa maksudnya tidak bilang ke Ayah? Siapa yang mengajarimu ini?" kata Qiumei sambil melirik Wu Erhu.

Wu Erhu tertawa nakal, "Kakak ipar, hanya bercanda. Ini menunjukkan aku dan Dogan berjodoh, Dogan, kamu teman yang baik, saudara yang baik! Tidur yang nyenyak, ya! Paman Wu Erhu tidak mau adik ibumu lagi, sekarang mau makan masakan ibumu."

"Kamu ini, Erhu, saudara yang baik apanya, tidak tahu sopan santun, hanya mengajarkan hal buruk ke anak-anak. Nanti kalau Bang Daniu pulang, dia akan memukulmu," kata Qiumei sambil tersenyum pura-pura marah, kemudian menggendong Dogan ke kamar tidur mereka.

Wu Erhu tidak ikut masuk, dia berpikir, mungkin Bang Daniu tahu tidak akan memukulku, malah setuju dengan kedua tangan.

Qiumei menidurkan Dogan di ranjang, menutupinya dengan selimut, lalu keluar lagi. Melihat Wu Erhu berdiri di pintu masih menatap dadanya yang montok, wajahnya langsung memerah, meliriknya dengan tajam, lalu berkata pelan, "Kamu ini, Erhu, apa kamu sudah gila ingin wanita? Semua istri di desa bilang kamu mata keranjang, memang benar!"

Sambil berkata begitu, dia berjalan ke dapur dengan pinggulnya yang montok.

"Hehehe, Kakak ipar, bukan salahmu yang cantik?" Wu Erhu tertawa sambil mengikutinya.

"Kamu ini, Erhu, hanya tahu membuat wanita senang. Kakak ipar cantik atau tidak, kamu tidak tahu? Sudahlah, kalau sudah masuk, bantu Kakak ipar memetik sayur. Nanti kalau kamu ada apa-apa, bilang saja ke Kakak ipar. Kamu sudah menyelamatkan nyawa Dogan, Kakak ipar tidak akan melupakan, pasti carikan istri yang cantik buatmu. Jalani hidup yang baik, jangan seharian menganggur, tidak ada kerjaan. Lelaki harus seperti lelaki."