Bab [7] Mati! Mati! Mati! Semuanya Mampus Aja!

Sandi Nanda tetap tenang dan tidak panik. "Aku bukan anak Keluarga Gunawan. Sekarang aku sudah keluar dari Keluarga Gunawan, nggak mungkin kan aku masih mau bergantung sama Pak Gunawan?"

Galih Gunawan yang mendengar itu langsung menatapnya tajam. Dia mengulurkan tangan dan mencengkeram leher Sandi Nanda. "Maksudmu, sekarang aku yang mau bergantung sama kamu?"

Tatapan matanya begitu dingin dan ganas.

Sandi Nanda tahu dirinya dalam bahaya besar.

Tapi!

"Apa yang aku katakan itu kenyataan!" Sandi Nanda menggertakkan giginya.

Jari-jari Galih Gunawan langsung mengencang. Sandi Nanda merasa dirinya hampir kehabisan napas.

Galih Gunawan membentaknya dengan dingin, "Di saat genting seperti ini kamu meninggalkan Keluarga Gunawan, memutuskan hubungan, membuat publik menyalahkan Keluarga Gunawan, lalu beberapa bulan kemudian, kamu akan datang dengan perut buncit, begitu kan?"

Sandi Nanda secara refleks meronta, tapi tenaganya sama sekali bukan tandingan Galih Gunawan.

Wajahnya memerah padam, dan hidungnya terasa perih menahan tangis.

Dia tidak mau mati!

Berpegang pada keyakinan itu, Sandi Nanda mengayun-ayunkan tangannya tanpa henti.

Brak!

Sandi Nanda dihempaskan oleh Galih Gunawan ke bawah kursi mobil. "Vincent, menepi dan turun dari mobil."

"Baik, Pak."

Vincent menjawab dengan sangat cepat dan langsung menghentikan mobilnya.

Galih Gunawan sedikit membungkuk, tangannya yang besar meraih pergelangan tangan Sandi Nanda.

Sandi Nanda kembali dilempar ke atas kursi.

Duk!

Kepalanya terbentur jendela, rasanya sakit sekali.

Sandi Nanda melihat bekas cakaran di wajah Galih Gunawan...

"Sebenarnya Bapak mau apa lagi baru mau melepaskan aku?" Dia sudah tidak mengikuti alur kehidupan sebelumnya. Dia hanya ingin menghindari Galih Gunawan, hanya ingin menjauh dari Keluarga Gunawan.

Kenapa ini pun tidak bisa?

Galih Gunawan seolah mendengar lelucon paling lucu sedunia. Dia mendengus dingin, "Melepaskanmu? Sandi Nanda, kamulah yang memulainya. Kamu mau merusak nama baik Keluarga Gunawan, mau mengelabui semua orang? Tidak akan bisa."

Sandi Nanda menyadari bahaya. Dia segera mencoba membuka pintu mobil, tapi tak disangka, Galih Gunawan menepuk kaca jendela dengan keras.

Rencana kaburnya gagal total!

Galih Gunawan merebahkan kursi depan, lalu menarik kerah belakang baju Sandi Nanda, mengangkatnya seperti anak ayam dan mendudukkannya di pangkuannya.

Posisi Sandi Nanda membelakanginya.

Sandi Nanda refleks meronta, tapi kekuatan pria dan wanita jelas berbeda.

Punggungnya yang selalu tegak itu ditekan paksa ke bawah oleh Galih Gunawan.

Dalam sekejap, di bawah kekuatan Galih Gunawan, lekuk tubuhnya yang indah terpaksa terlihat, dengan bekas-bekas kemerahan yang begitu jelas di kulitnya.

Semua itu adalah jejak yang ditinggalkan Galih semalam.

Sandi Nanda masih terus meronta. "Semalam itu kecelakaan! Kalau hari ini kamu berani menyentuhku, itu namanya pemerkosaan!"

Sandi Nanda tahu betapa kejamnya Galih Gunawan, tapi dia juga tidak sudi dihina.

Di kehidupan sebelumnya, selama bertahun-tahun Galih Gunawan yakin bahwa Sandi Nanda-lah yang memberinya obat. Dia terpaksa menikahinya karena tekanan publik. Kerendahan hati dan usahanya untuk menyenangkan Galih sama sekali tidak membuat pria itu luluh.

Setiap kali mereka berhubungan, Galih Gunawan selalu melakukannya untuk menghukumnya. Dia tidak pernah bisa melihat wajah pria itu, dan selalu dengan cara yang paling memalukan.

Seluruh tubuh Sandi Nanda gemetar tak terkendali.

Ini adalah rasa jijik yang naluriah, dan juga kesedihan tak berujung dari lubuk hatinya!

Galih Gunawan paling benci diancam.

Dia mencengkeram pinggang Sandi Nanda, sudut bibirnya menyunggingkan senyum yang sangat dingin. "Kalau begitu, aku mau lihat, bagaimana caranya kamu lapor polisi dan menangkapku."

Ini masih di wilayah kekuasaan Keluarga Gunawan. Siapa yang berani memeriksa mobil mewahnya?

Terlebih lagi, asistennya, Vincent, sudah turun dan berjaga tidak jauh dari sana.

Sandi Nanda menggertakkan giginya kuat-kuat, menahan penghinaan ini, sementara sebuah rencana mulai terbentuk di benaknya.

Namun, Galih Gunawan tidak memberinya kesempatan untuk turun dari mobil.

Setelah Galih Gunawan selesai "menghukumnya", dia menahan pergelangan tangan Sandi Nanda, sambil menelepon Vincent. "Kembali ke mobil, kita ke arah Taman Mutiara."

"Baik, Pak."

Tidak sampai satu menit, Vincent sudah kembali dan mengemudikan mobil.

Sandi Nanda tahu dia tidak mungkin bisa melompat dari mobil. Tentu saja, dia juga tidak akan mempertaruhkan nyawanya. Dia hanya bisa ikut dengan Galih Gunawan sampai ke tujuan, baru memikirkan cara lain.

Tak disangka, Galih Gunawan terus memegangi tangannya erat-erat, hendak menyeretnya turun dari mobil.

Sandi Nanda berkata dingin, "Pak Gunawan, wilayah Bapak ini penjagaannya begitu ketat. Aku juga bukan dewa yang sakti mandraguna. Aku tidak sehebat yang Bapak kira."

Galih Gunawan tidak menjawab, tatapannya yang sedingin es tertuju pada Sandi Nanda.

Semalam saat di bawah pengaruh obat, Sandi Nanda yang awalnya meronta-ronta berubah menjadi aktif. Rasa takutnya di awal berubah menjadi gairah yang membara di akhir. Galih Gunawan tidak melupakannya.

Tapi sekarang, Sandi Nanda bersikap begitu dingin.

"Kamu adalah wanita paling munafik yang pernah aku temui."

Penilaian Galih Gunawan terhadapnya masih sama penuh kebencian seperti di kehidupan sebelumnya. Tapi dia bukan lagi Sandi Nanda yang dulu, dia sudah sadar.

Dia tersenyum sinis. "Kalau aku munafik, lalu kamu apa? Kamu juga tidak konsisten. Sebentar bilang aku licik dan punya niat jahat, sebentar lagi mau berhubungan denganku. Galih Gunawan, kamu ini aneh sekali, pantas saja tidak ada perempuan yang mau dekat denganmu!"

Vincent yang ada di belakang: "!!!"

Dia benar-benar melongo.

Apakah ini masih anak bawaan yang dianggap beban di Keluarga Gunawan, yang selalu penakut dan bahkan tidak berani bicara sepatah kata pun dengan lancar?

Lagi pula, berani-beraninya bicara seperti itu di depan Pak Galih, apa dia sudah bosan hidup?

Cengkeraman tangan Galih Gunawan mengencang. Sandi Nanda merasa pergelangan tangannya seperti akan remuk, tapi dia tidak berteriak kesakitan, juga tidak menunjukkan reaksi apa pun.

Bahkan, Sandi Nanda masih tersenyum menatap Galih Gunawan. "Marah karena malu, ya?"

"Kamu pikir dengan memprovokasiku seperti ini aku akan melepaskanmu?" Bibir tipis Galih Gunawan bergerak dingin. "Beberapa bulan ke depan, kamu diam saja di sini!"

"Oh, jadi Bapak mau menjadikanku simpanan di sangkar emas?"

Awalnya, dia pikir setelah kejadian semalam, dia sudah bisa benar-benar menjaga jarak dari Galih Gunawan. Tapi tak disangka, Galih Gunawan malah tidak mau melepaskannya.

Kalau begitu, hancurkan saja semuanya!

Jika pria ini membuatnya menderita, maka dia juga tidak akan membiarkannya hidup tenang.

KRAK!

Rasa sakit yang luar biasa menjalar dari tangannya.

Tangan Sandi Nanda dipatahkan oleh Galih Gunawan. Pria itu melepaskannya dengan kasar. "Sebaiknya kamu pikirkan baik-baik, bagaimana cara bicara padaku supaya kamu tidak mati."

Detik berikutnya, Galih Gunawan berbalik, tatapan dinginnya menyapu Vincent. "Perintahkan semua orang, awasi dia baik-baik. Kalau sampai dia kabur, kalian semua yang akan menanggung akibatnya."

Suara Galih Gunawan begitu dingin dan tanpa emosi.

Mengingat betapa kejamnya pria itu, Sandi Nanda tahu Galih Gunawan benar-benar akan melakukannya.

Tak lama kemudian, seseorang datang untuk menjemputnya.

"Nona Sandi, silakan ikut saya. Saya akan antar ke kamar Anda."

Kamar yang disiapkan Galih Gunawan untuknya hanyalah kamar tamu biasa, tapi fasilitas di dalamnya sangat lengkap; ada AC, mesin cuci, dan dispenser.

Sekarang adalah era digital, Sandi Nanda langsung memesan dokter secara online. Tangannya dipatahkan oleh Galih Gunawan, dia tidak mau tangan kirinya menjadi cacat.


Di sisi Galih Gunawan.

Vincent berdiri di hadapannya, ragu-ragu untuk waktu yang lama, akhirnya memberanikan diri untuk bicara. "Pak Galih, menahan Nona Sandi di sini... sepertinya kurang baik, ya?"

Bagaimanapun juga, Linda Lim masih tinggal di kediaman Keluarga Gunawan dan secara status adalah kakak ipar ketiga Galih Gunawan. Itu artinya, Sandi Nanda harus memanggil Galih Gunawan dengan sebutan Om

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya