Bab 5

Cecil membuka matanya pagi ini. Matanya terasa berat dan masih mengantuk, tapi dering ponsel yang tak kunjung berhenti memaksa dia harus bangun dan meraih benda yang ada di samping bantal.

"Halo," sapa Cecil pada seseorang yang entah siapa, suaranya terdengar jauh di seberang sana.

Cecil tidak melihat siapa yang menghubunginya. Wanita itu hanya asal meletakkan ponselnya pada telinga dan mengatakan 'halo' pada seseorang di seberang sana.

"Cecil, apa kamu belum bangun?" Suara yang tidak asing baginya.

Suara yang selalu dirindukannya. Mendengar suara Daren yang ada di balik benda ajaib miliknya, Cecil langsung melonjak bangun dan matanya terbuka lebar. Rasa kantuk yang masih menyerangnya tiba-tiba sirna begitu saja.

"Daren?" Mata Cecil membulat sempurna.

"Apa aku mengganggu tidurmu?" Suara di sana terdengar ada penyesalan karena mengganggu Cecil tidur.

"Tidak. Kamu tidak menggangguku, ada apa?"

Binar mata wanita itu sangat jelas. Ada rasa bahagia saat Daren menyapa dirinya pagi-pagi buta.

"Apa tidurmu nyenyak?" Lagi, Daren bertanya tentang dirinya.

"Ya, sangat nyenyak. Mungkin karena aku kenyang jadi tidurku serasa sangat nyenyak dan nyaman."

"Apa ada acara pagi ini?"

"Tidak, ada apa?"

"Apa aku boleh mengajakmu lari pagi?"

"Lari pagi? Hari ini?" Cecil masih belum percaya dengan ajakan Daren secara tiba-tiba.

"Ya, apa kamu bisa? Tapi kalau tidak bisa tidak apa, mungkin lain hari aku akan mengajakmu lagi."

"Tidak. Aku bisa kok. Kita akan lari bersama pagi ini," jawab Cecil dengan cepat. Dia tidak ingin Daren mengira kalau dirinya telah menolak ajakannya.

Tentu saja Cecil akan semangat menyetujui ajakan Daren. Kesempatan ini sangat langka, entah kapan lagi Daren akan mengajaknya lari pagi.

"Kalau begitu tunggu aku! Aku akan menjemputmu dan kita akan lari bersama di taman."

"Oke, aku akan menunggumu sembari bersiap-siap."

Cecil senang mendengar ajakan Daren. Wanita itu sangat antusias pagi ini.

"Yes! Akhirnya aku bisa dekat denganmu, Daren." Cecil melonjak kegirangan.

Wanita itu melompat-lompat di atas ranjang empuknya sehingga getaran kasur membuat tubuhnya melonjak tinggi.

"Auw!" Cecil terjatuh dan kakinya terpelosok ke tepi ranjang. "Ahk, sial!" ucapnya kesal, tapi langsung tertawa sendiri. Cecil menertawakan kekonyolannya.

Tidak mau membuang waktu terlalu lama, Cecil langsung berganti pakaian dengan pakaian khusus untuk lari pagi. Wanita itu telah siap dan tinggal menunggu kedatangan Daren.

Suara deru mobil telah memasuki halaman rumah Cecil. Wanita itu langsung berlari menyambut kedatangan Daren dengan senyum manis.

"Pagi, Cecil," sapa Daren baru ke luar dari mobilnya.

"Pagi, Daren. Aku sudah siap."

"Wow! Cantik sekali. Kamu cantik, Cecil." Daren memuji kecantikan Cecil.

Mata Daren terpana saat melihat Cecil. Wanita itu mengenakan pakaian khusus untuk lari pagi dengan lengan terbuka. Pakaian yang memperlihatkan bentuk tubuh Cecil bak jam pasir. Tubuhnya padat berisi, tapi terlihat ramping indah.

Wajahnya terlihat lebih fresh dengan rambut dikuncir ekor kuda. Senyum manis semakin membuat wajahnya terlihat sangat cantik.

Siapa yang akan menyangka kalau wanita itu adalah sahabatnya saat mereka kuliah. Penampilan dan kecantikannya tidak kalah dari seorang gadis muda belia.

"Daren, kenapa?" Cecil bingung dengan tatapan aneh Daren yang tidak lepas dari tubuhnya. Dia merasa gugup.

"Kamu cantik, Cecil," ucapnya seperti orang yang terhipnotis. Daren sudah mengatakan pujian itu beberapa kali.

"Kamu juga tampan. Otot tubuhmu sangat menarik," ucap Cecil lirih sembari berlari kecil melintasinya.

Cecil tertawa kecil meninggalkan pria yang masih mematung dengan mata mengikuti arah tubuhnya pergi. Cecil memutar tubuhnya menghadap Daren dan berlari mundur.

"Daren, jadi lari tidak?" teriak Cecil dengan senyum sedikit melebar.

'Sepertinya aku sudah gila,' kata hati Daren mencoba menyadarkan diri sendiri.

"Daren, cepat!"

Dengan senyuman penuh arti Daren pun berlari menyusul Cecil. Langkahnya menyeimbangkan langkah wanita di sampingnya. Matanya masih saja mencuri-curi pandang pada tubuh wanita cantik di sampingnya.

"Kenapa melihatku seperti itu." Cecil mengerti kalau mata Daren selalu saja melihatnya.

"Apa kamu sering melakukannya?"

"Melakukan apa?"

"Olah raga?"

"Hanya saat senggang saja."

"Pantas," ucapnya lirih.

"Pantas apa?"

"Pantas," ucap Daren tanpa meneruskan ucapannya.

"Pantas apa?" Cecil memukul lengan Daren.

"Pantas tubuhmu seksi," ucapnya sedikit mendekatkan wajahnya pada Cecil.

Setelah berbicara seperti itu, Daren mempercepat larinya selangkah di depan Cecil.

Cecil hanya tersenyum mendengar pujian Daren. Entah kenapa perasaannya menjadi senang saat mendengar pujian lelaki itu.

Cecil lebih mempercepat langkahnya dan sudah berada di samping Daren lagi.

"Kamu sendiri, apa selalu berolahraga?" Mata Cecil memperhatikan tubuh Daren.

"Ya. Aku rutin melakukannya. Kenapa? Oh, pasti kamu juga mau bilang kalau tubuhku bagus, bukan?" ucap Daren penuh percaya diri.

"Sok tahu!" ucap Cecil sedikit mendekatkan wajahnya pada wajah Daren lalu dengan cepat kembali menjauh.

Daren kembali tertawa kecil melihat raut wajah kesal Cecil. Mereka sama-sama saling memuji lawan bicaranya.

Mereka terus berlari hingga jarak yang tidak mereka ketahui. Taman tempat mereka berlari memang tidak jauh dari rumah Cecil. Udara pagi yang dingin tidak membuat kulit mereka kedinginan. Panas dari olah tubuh membuat mereka merasa hangat.

Sesekali mereka bercanda dan tertawa saling ejek dan tidak jarang mereka juga saling memuji.

Siapa yang tidak iri dengan keakraban mereka?

Bahkan setiap orang yang mereka lewati, pasti akan mengira kalau mereka adalah sepasang kekasih.

Cecil sendiri senang menggoda Daren dengan berlari mundur menghadapnya. Wanita itu terlihat sangat bahagia seperti tanpa beban. Begitu juga dengan Daren, pria itu semakin mengagumi kecantikan Cecil terlebih mengagumi kecantikan tubuhnya. Untuk sesaat Daren melupakan Amara.

Daren pria yang normal. Bagaimanapun matanya juga jeli bila melihat wanita yang bertubuh menarik dan otaknya pun ikut bekerja mengaguminya.

"Cecil, awas!!" teriak Daren sembari menarik tubuh Cecil dengan kuat dan cepat.

Tubuh Cecil hampir terserempet kendaraan bermotor yang melaju dengan cepat melintasi mereka. Untung gerakan tangan Daren gesit. Sehingga tubuh Cecil terhindar dari celaka dan wanita itu selamat.

Karena terkejut, Cecil dengan cepat melingkarkan tangannya pada leher Daren. Dia menyeimbangkan tubuhnya agar tidak jatuh dengan bertopang pada tubuh Daren.

Mata mereka saling beradu pandang. Cecil terpana dengan ketampanan Daren.

'Ya, Tuhan. Kenapa jantungku terasa mau copot? Daren masih saja terlihat sangat tampan dan tidak berkurang sedikit pun. Masih sama seperti saat aku jatuh cinta dengannya,' kata hati Cecil. Cecil memang mengagumi ketampanan pria yang dia peluk itu sejak mereka masih bersama di jenjang kuliah.

'Tuhan, kenapa darahku serasa naik semua? Jantungku bisa berhenti sendiri kalau begini. Bisa-bisa aku jadi pria nakal,' kata hati Daren yang juga mengagumi kecantikan Cecil.

Entah apa yang merasuki kesadaran mereka. Perlahan wajah mereka saling mendekat dan mulai tak berjarak. Daren dan Cecil kembali menikmati indahnya pagi hari dengan sentuhan lembut sensual.

Lagi-lagi Daren telah melupakan janjinya pada Amara. Pria itu terlarut dalam kenikmatan bersama Cecil.

"Maaf," ucap Daren saat bibir mereka telah terlepas karena kehabisan kadar oksigen dalam tubuhnya.

Cecil tersipu malu, pipinya merina memperlihatkan warna merah jambu. Wanita itu mengusap sisa-sia sentuhan bibir Daren.

"Kita lari lagi," ucap Daren menutupi rasa gugupnya.

"Ya."

Cecil merasakan hal yang sama. Dua manusia itu kembali berlari menelusuri jalan setapak pada taman.

Sesekali terdengar candaan. Sesekali juga wajah mereka saling memperlihatkan kegugupan.

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya