Bab 3
"Nelson, aku tidak tahu jika kau berada disini juga," ujar Rosie tergagap ketika melihat sahabat kecilnya itu telah berdiri di belakangnya.
Pria berbadan atletis itu menjawab tanpa ekspresi wajah. "Ya. Aku membatalkan perjalanan bisnis karena ingin menikmati malam bersama istriku."
Hal itu membuat Bella tercengang.
Gadis bernama Rosie itu menunjuk Bella dengan jari telunjuknya yang lentik. "Jadi dia benar istrimu? Aku kira dia hanyalah seorang pembantu yang mengaku-ngaku istrimu."
Suasana hening sejenak setelah Rosie mengatakan hal itu. Bella hanya bisa menundukkan. Ia merasa tidak pantas menjadi istri Nelson. Tapi, ini semua demi uang.
"Kapan kau tiba?" tanya Nelson pada Rosie mengalihkan topik pembicaraan.
"Aku baru saja tiba. Ketika mendengar bahwa kau akan menikah hari ini, rasanya hatiku patah. Karena kau tidak memberi tahuku sebelumnya."
Nelson tidak membalas jawaban dari Rosie. Ia langsung mempersilahkan gadis itu untuk menginap dirumahhya. "Kau menginap disini? Tidur lah dikamar tamu."
Rosie yang merupakan sahabat kecilnya itu langsung berjalan ke arah kamar tamu. Tanpa diberi tahu, ia sudah mengetahuinya lebih dulu bahkan mengenali seluruh ruangan di istana milik Nelson ini karena dirinya memang sering menginap.
"Herto!" teriak Rosie memanggil nama seseorang.
Dari arah depan, muncul lah pemuda yang berperawakan pendek seperti kurcaci berlari tergesa-gesa. "Iya Nyonya. Herto disini.”
"Seperti biasa, kau bawakan barang-barangku yang ku letakkan dibagasi mobil!" Perintah Rosie pada pria bernama Herto. Ia merupakan asisten rumah tangga Nelson dalam bidang listrik. Tapi, setiap kali Rosie menginap dirumah Nelson, Herto menjadi tangan kanan gadis itu dalam semua hal.
Malam semakin kelam. Satu per satu keluarga besar Nelson yang menghadiri party tertutup itu telah berpulang ke kediaman mereka masing-masing.
Nelson melirik ke arah Bella, dan memberi kode untuk segera mengikutinya masuk ke dalam kamar. Gadis itu segera melangkah kan kaki walaupun jantungnya berdegup kencang. Ia takut jika pria itu mengulangi malam pertama mereka.
Nelson duduk di tepi ranjang. Ia membuka setelan jasnya dan hanya mengenakan baju kaos ketat berlengan pendek. Memperlihatkan lekukan dadanya yang bidang. Sementara Bella masih berdiri mematung di hadapannya dengan kepala yang tertunduk.
"Kemarilah!" pinta Nelson.
Bella berjalan dengan pelan.
"Kau tanda tangan disini, dan ini uang mukamu karena telah bersedia menjadi istriku yang sah dimata hukum." Pria itu memberikan selembar kertas kontrak pernikahan mereka dan juga selembar cek dengan nominal yang cukup banyak.
Gadis itu segera menandatanginya dan mengambi cek tersebut. "Terimakasih, Tuan.”
"Jika di depan keluargaku, jangan panggil aku Tuan. Panggil aku Honey."
Bella menjawab dengan memberi anggukan kepala tanda mengerti.
“Satu hal lagi, mulai dari sekarang bergayalah dengan mewah. Kau harus mengenakan pakaian yang bagus. Jangan lupa beri wajahmu dengan riasan make up. Aku tidak ingin orang mengatakan hal yang sama seperti yang Rosie katakan tadi, bahwa gayamu kampungan.”
“Baik, Tuan. Aku akan mulai merubah penampilan.”
Nelson mengambil bingkisan putih dari tas kantornya. Ia memberikannya kepada Bella. "Aku sengaja membelikanmu gaun ini. Pakailah besok ketika acara perkumpulan keluarga."
Bella menerima bingkisan itu dan berulang kali mengucapkan terimakasih.
Nelson juga mengeluarkan sebuah kartu hitam dari dompetnya dan memberikannya pada Bella. “Ini untukmu. Itu adalah kartu belanja yang berlaku seumur hidup. Kau bisa menggunakannya di Toko mana pun dan sebanyak apapun yang kau mau. Belanjakanlah untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk untuk penampilanmu.”
Bella menerima kartu itu dengan tangan bergetar. Baru pertama kali ini ia memegang bahkan melihat benda yang hanya dimiliki oleh kaum-kaum elit seperti Nelson.
“T-terimakasih, Tuan,” ucap Bella dengan tergagap.
Nelson langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang hanya dengan mengenakan celana dalam saja. Hingga Bella tidak sengaja melihat sesuatu yang menonjol milik Nelson. Ia segera memejamkan matanya dan secara perlahan berjalan mundur untuk pergi ke kamar belakang.
“Kau mau kemana?” Suara Nelson membuat langkah Bella terhenti.
Gadis itu menjawab dengan sangat hati-hati. “Ke kamar belakang, Tuan.”
“Ada apa disana?” tanyanya lagi.
“B-beristirahat,” jawab Bella gugup.
Nelson menepuk-nepuk bantal disebelahnya, memberi kode kepada Bella untuk tidur disampingnya. Tepatnya satu ranjang dengan dirinya. Bella dengan cepat menelan ludah. Ia sangat gugup.
“Ada Rosie di rumah ini. Nanti dia akan curiga jika kau tidur dikamar belakang,” ujar Nelson.
Lalu, Nelson memejamkan matanya kembali. Gadis itu mulai naik ke atas ranjang dan tidur disebelah pria yang baru saja menjadi suaminya.
Mata Nelson sudah terpejam, tapi ia masih bersuara. “Aku tidak salah memilihmu. Kau masih sangat virgin, semoga bisa cepat mengandung anak untukku!”
“Honey! Cepat lah, sebentar lagi kita telat.” Suara Nelson memanggil istrinya. Saat ini ia sedang duduk berseberangan dengan Rosie di ruang tamu.
Tidak lama setelah itu, keluarlah Bella dengan gaun mewah pemberian suaminya. Gaun mini berwarna merah terang itu terlihat anggun ditubuh mungilnya. Namun, make up yang ia kenakan di wajah tidak rapi. Pewarna bibir yang ia pakai sampai ke dagunya. Tidak hanya itu, alis dan eyeliner yang ia gunakan sama sekali tidak rata dikedua sisi. Hal itu membuat Rosie hampir tertawa terbahak-bahak.
Nelson sejenak memejamkan matanya. Ia tidak menyangka jika Bella tidak bisa menggunakan riasan wajah. Namun, ia tetap harus membela istrinya didepan Rosie. "Istriku memang tidak bisa menggunakan make up. Karena dia sudah terbiasa menggunakan MUA pribadi."
"Aku baru tahu ternyata ada seorang pembantu yang menggunakan MUA pribadi ya. Haha!" Rosie mengatakan hal yang membuat Nelson agak terkejut.
Tapi, pria itu tak mengindahkah apa yang dikatakan sahabat dari kecilnya tersebut. Ia melangkah ke arah Bella yang tiba-tiba diam mematung. "Aku akan menghubungi MUA pribadi untuk merias wajahmu, Honey."
Tidak ada yang dilakukan Bella selain diam. Ia menuruti aturan main dari Nelson bahwa mereka harus mesra jika didepan siapapun. Walaupun sulit bagi Bella untuk bermesraan dengan pria asing yang belum ia kenal terlalu jauh. Tapi, demi uang ia harus siap melakukannya.
Ketika menunggu sekitar 30 menit, Nelson dan Bella pergi menggunakan mobil mewah ke acara pertemuan keluarga. Sementara Rosie sudah lebih dulu menyusul.
Di halaman gedung hotel pencakar langit, mobil mereka berhenti. Pertemuan keluarga diadakan di dalam sana. Keduanya keluar dari mobil. Nelson menggandeng mesra tangan Bella sambil berbisik, "Kita harus terlihat seperti pengantin baru. Harus mesra!"
Melewati karpet merah yang terbentar sepanjang ruang pertemuan, semua sorot mata mengarah kepada Nelson dan Bella. Semua orang tahu bahwa mereka adalah pengantin baru. Ada diantaranya yang turut bahagia, dan sebaliknya.
Dari kejauhan, seorang wanita paruh baya yang bergaya sangat kekinian berjalan dengan angkuh untuk menyambut kedatangan Nelson dan Bella. "Hai, Nelson!"
"Hai, Bibi Shane!" Nelson membalas sapaan dari Bibinya itu. Mereka saling mencium pipi.
"Lama tidak bertemu dengan ponakanku. Aku tidak bisa menghadiri pernikahanmu tadi malam. Karena kau tahu sendiri kan bisnisku ada dinegara manapun, aku tidak sempat menjengukmu." Wanita bernama Shane itu berbicara kepada Nelson, yang merupakan ponakannya.
"Ya. Aku tahu," jawab Nelson.
Bella tersenyum ke arah Bibi Shane dan menyapanya. "Hai, Bibi Shane."
Tidak ada jawaban dari Bibi Shane. Ia melirik Bella dengan tatapan yang menjijikkan
