Bab 5

“Aku benar-benar baru tahu kalau Justin memiliki anak,” ujarku pada David yang duduk di kursi kemudi di sebelahku. Sembari menoleh ke belakang untuk menatap Lily yang sudah terlelap nyenyak di kursi belakang, aku bertanya, “Berapa umur Lily?”

“Lima tahun,” jawab David.

“Lima tahun tapi Justin sudah menyuruhnya untuk kursus piano?”

“Tidak, bukan Tuan yang menyuruhnya. Lily sendiri yang ingin kursus piano.”

Aku membentuk bibirku menjadi huruf ‘o’ sembari mengangguk-angguk pelan.

Saat ini mobil Rolls-Royce Cullinan yang dikendarai David sedang melaju menyusuri jalan raya yang malam ini cukup padat, menuju rumah keluarga Lawrence untuk mengantar Lily pulang.

Kami baru saja selesai menyelesaikan semua urusan administrasi untuk mendaftarkan Lily mengikuti kursus piano. Proses pendaftarannya cukup rumit dan lama karena Lily harus menjalani berbagai tes sebelum akhirnya diterima untuk mengikuti kursus mulai minggu depan.

Tadi Lily harus mengikuti tes dasar untuk mengetahui apakah Lily buta nada atau tidak. Lily juga harus mengikuti tes bernyanyi, tes kecepatan berpikir dan kecepatan gerakan jari tangan, dan berbagai tes lainnya yang membuatku merasa bahwa tempat kursus musik itu memang benar-benar lebih pantas disebut sekolah musik elit. Pantas saja Lily kelelahan dan akhirnya ketiduran.

Tempat kursus tersebut memang benar-benar selektif dan sangat detail dalam proses menerima peserta kursus. Aku pun merasa kalau apa yang Steven katakan memang benar bahwa tempat kursus itu adalah tempat kursus yang sangat bagus.

Justin sudah mengirimkan uang sebesar seribu dolar ke rekening bank milikku untuk mengurus pendaftaran kursus piano Lily. Dan tadi, uang muka untuk mendaftarkan Lily di tempat kursus itu adalah 900 dolar.

Sejujurnya, aku cukup tercengang. Bayangkan saja, 900 dolar itu hanya uang muka untuk pendaftaran saja. Tapi, mengingat bahwa tempat les musik itu memang sangat bagus dari berbagai aspek, aku rasa harga segitu adalah harga yang pas dan sangat wajar. Toh, sekalipun harus mengeluarkan, sembilan ribu dolar, aku rasa Justin tidak akan merasa keberatan sama sekali.

“Kau dipekerjakan oleh Justin untuk menjadi bodyguard Lily, kan?” tanyaku lagi pada David.

Pria berparas maskulin dengan tubuh gagah itu menoleh sekilas padaku yang duduk di kursi penumpang di sampingnya. Kemudian, dia pun menjawab, “Iya.”

“Sudah berapa lama kau bekerja untuk menjadi bodyguard Lily?” aku kembali bertanya karena pada dasarnya aku memang selalu penasaran dan ingin mengetahui banyak hal tiap kali bertemu dengan orang baru.

“Hampir lima tahun,” jawab David.

Aku pun terbelalak kaget, “Lima tahun?! Berarti sejak Lily masih bayi?”

David mengangguk, “Asal kau tahu, Tuan Justin memiliki sepuluh orang bodyguard atau lebih tepatnya bisa disebut ‘Anak buah’. Dan aku adalah salah satu anak buahnya yang sudah bekerja untuknya sejak sepuluh tahun lalu.”

“Sepuluh tahun?!” aku kembali membelalak kaget.

“Iya. Dulu, aku ditugaskan untuk menjaga Nyonya Laura, istri Tuan Justin sekaligus ibu kandung Lily. Namun, setelah Nyonya Laura meninggalkan rumah saat Lily masih berusia kurang dari satu tahun, akhirnya aku ditugaskan untuk menjaga Lily sampai detik ini,” jelas David.

“Meninggalkan rumah? Apa maksudnya?”

David terdiam. Aku perhatikan, wajahnya terlihat berubah datar dan seperti enggan untuk menjawab pertanyaanku.

“Well, karena kau adalah sekretaris Tuan Justin, dan karena kau belum tahu mengenai hal ini, aku rasa tidak ada salahnya jika aku memberitahumu,” kata David kemudian.

Aku menatapnya dengan intens, mencoba menyimak dengan serius apa yang akan dia katakan.

“Nona Laura selingkuh dari Tuan Justin. Dia selingkuh dengan seorang pengusaha terkenal di Asia, kemudian pergi meninggalkan New York untuk menikah dan tinggal bersama pengusaha itu di Singapura,” David menjelaskan.

Mendengar penjelasan David, tentu saja aku sangat terkejut, “Selingkuh?!”

“Kau ini tipikal orang yang suka bersikap berlebihan dan mudah kaget ya?” David menyindirku.

“Bagaimana tidak kaget? Seorang Justin Lawrence diselingkuhi? Ya Tuhan, apa kau bercanda?”

“Apa aku terlihat sedang bercanda?”

“Tidak juga, sih,” gumamku, “Tapi... kenapa? Maksudku, bukankah Justin terlihat sangat sempurna? Harus aku akui, dia sangat tampan, kaya raya, dan pria yang sangat hebat. Yah, walaupun dia kejam dan sangat pemarah.”

“Asal kau tahu, Tuan Justin tidak pernah sekalipun marah pada Nyonya Laura. Tidak pernah. Dia selalu bersikap lembut dan penuh perhatian pada istrinya itu. Dulu aku bekerja 24 jam 7 hari untuk menjaga Nyonya Laura, dan tidak pernah satu kalipun aku melihat dia diperlakukan kasar oleh Tuan Justin. Tidak pernah. Justru sebaliknya, dia bagai ratu bagi Tuan Justin.”

“Wow,” aku menggumam kagum, “Apa itu artinya sekarang Justin sudah bercerai dengan istrinya itu?”

David menggeleng.

“Mereka belum bercerai?” tanyaku penasaran.

“Belum.”

“Tapi kenapa?”

David mendelikkan bahu, “Entahlah. Untuk persoalan itu, aku ataupun anak buah Tuan Justin yang lain, tidak berani ikut campur untuk sekadar mencari tahu.”

“Berarti, Lily sudah ditinggal oleh ibunya sejak kecil?” tanyaku lagi.

“Iya. Seperti yang tadi aku bilang, bahkan sebelum usianya satu tahun.”

“Lalu, siapa yang mengurusnya? Bukankah Justin sangat sibuk bekerja?”

“Tuan Justin mempekerjakan tiga orang baby sitter khusus untuk Lily. Di rumah keluarga Lawrence pun ada lima orang pelayan yang mengurus rumah sekaligus ikut mengurus Lily bersama para baby sitter. Terkadang, kakak perempuan Justin juga datang ke rumah untuk menengok keadaan Lily.”

“Eh? Justin punya kakak perempuan?” tanyaku terkejut.

“Kau bekerja sebagai sekretaris seorang CEO yang sangat terpandang dan terhormat, Haley. Apa kau tidak mencari tahu segala hal tentang bosmu? Mengapa sampai tidak tahu bahwa bosmu memiliki kakak perempuan?”

Aku mengerucutkan bibirku, “Justin sangat menyeramkan, David. Lagipula aku pun juga baru tiga hari bekerja untuknya. Jadi, wajar saja jika aku belum berani mencari tahu banyak hal tentangnya.”

David terlihat menghela napas pelan. Kemudian, dia pun menjelaskan secara rinci padaku, “Namanya Jenny. Umur Jenny hanya selisih dua tahun lebih tua dari Tuan Justin. Dia sudah berkeluarga. Dia dan suaminya yang merupakan seorang pengusaha juga, memiliki dua orang anak laki-laki. Mereka tinggal di Washington DC.”

“Oh, begitu rupanya.”

“Sementara itu, ayah dan ibu Tuan Justin kini telah pensiun. Ayahnya Tuan Justin adalah pemilik Lawrence Company, sebelum akhirnya sepuluh tahun yang lalu, Lawrence Company diwariskan kepada Tuan Justin, dan Tuan Justin lah yang mengelola perusahaan itu untuk menggantikan posisi ayahnya,” David kembali menjelaskan.

Aku manggut-manggut setelah menyimak dengan baik semua yang David katakan. Semua informasi yang David sampaikan itu sangatlah berguna bagiku yang masih baru bekerja di Lawrence Company.

Bahkan, awalnya aku berpikir kalau Lawrence Company adalah perusahaan yang murni didirikan dan dirintis dari nol oleh Justin. Tapi ternyata, bosku itu adalah pewaris tahta keluarga Lawrence yang terpandang.

Aku pun menghela napas pelan dan menyandarkan punggungku pada sandaran kursi yang aku duduki. Memikirkan semua hal yang David sampaikan tentang keluarga Justin, membuatku merasa cukup terkejut dan penasaran pada banyak hal.

Aku pun menoleh ke belakang, menatap wajah Lily yang tertidur sangat nyenyak di sana. Aku sungguh tidak menyangka bahwa ternyata Lily, gadis kecil yang sangat cantik dan menggemaskan itu, ternyata telah ditinggal pergi oleh ibunya sejak masih sangat kecil. Bukan ditinggal mati, tapi dicampakkan begitu saja karena ibunya selingkuh dengan pria lain.

Tidak tega sekali rasanya memikirkan bahwa Lily pun juga memiliki ayah yang sangat sibuk dan pastinya jarang memberikan perhatian untuknya.

Sejak bayi sampai beranjak menjadi anak-anak seperti sekarang, gadis kecil itu hanya dikelilingi oleh baby sitter, pelayan, dan bodyguard. Gadis kecil itu pasti sangat merindukan perhatian dan kasih sayang dari kedua orang tuanya.


Bersambung .....

Bab Sebelumnya
Bab Selanjutnya