Bab [7]: Suka Bagian Mana dari Diriku? Aku Akan Mengubahnya!
Arya Surya melipat tangannya di dada, wajahnya menunjukkan ekspresi pasrah seolah hidupnya sudah berakhir.
“Cewek jelek, kamu sudah gila ya? Coba katakan, bagian mana dari diriku yang kamu suka? Biar aku ubah!”
Menatap wajah Arya Surya yang dingin dan tampan itu, Sari Wijaya tersenyum tipis.
Bibir tipisnya sedikit terbuka, lalu berkata, “Aku suka caramu memandangku dengan kesal, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.”
Setelah mengatakan itu, Sari Wijaya menyambar tas sekolahnya dan turun dari mobil. Saat berjalan pergi, ia bahkan tidak melirik Arya Surya sedikit pun, benar-benar mengabaikannya.
Melihat punggung Sari Wijaya yang menjauh, Arya Surya menghentakkan kakinya karena kesal.
Para mahasiswa yang biasa mengerumuni Arya Surya segera mendekat begitu melihat mobilnya.
Salah satunya, seorang pemuda bernama Ryan Yanuar, yang merupakan pengikut setia Arya Surya, buru-buru menghampirinya saat melihat Arya turun dari mobil dengan raut muka kesal seolah hatinya sakit.
“Mas Ketiga, ada apa? Kelihatannya suasana hatimu sedang tidak baik?”
Pertanyaan Ryan Yanuar justru membuat Arya Surya semakin marah.
Sambil menunjuk ke arah punggung Sari Wijaya yang semakin menjauh, ia mengumpat, “Coba saja setiap hari di rumahmu ada cewek jelek yang bikin kesal, apa suasana hatimu bisa baik?”
Mendengar Arya Surya menyebut nama Sari Wijaya, Ryan Yanuar langsung bungkam. Ia sudah mendengar dari mulut Tuti Tuwito tentang betapa mengerikannya Sari Wijaya. Seorang wanita yang bisa menghajar Tuti Tuwito sampai babak belur seperti itu jelas bukan orang sembarangan.
Sepertinya, nasib Tuan Muda Ketiga Surya ini agak suram.
Ryan Yanuar mengambil alih tas sekolah dari Arya Surya, lalu keduanya berjalan berdampingan memasuki area kampus.
Sambil memakan roti lapis di tangannya, Arya Surya berbicara kepada Ryan Yanuar.
“Ryan, aku suruh kamu cari tahu soal ‘Dewi Motor’ semalam. Apa kamu sudah dapat info kontaknya?”
Ryan Yanuar menggelengkan kepala. “Mas Surya, belum dapat... Si Doni Setiawan itu mulutnya rapat sekali. Setelah menerima uang lima juta rupiah itu, dia bilang kalau ‘Dewi Motor’ yang dia undang itu dipesan lewat aplikasi online!”
“Apa? Balapan motor sekarang sudah serendah ini? Dewi idaman seperti itu bisa dipesan lewat aplikasi online?” Arya Surya menggigit roti lapisnya dengan keras, berbicara dengan nada geram.
Ryan Yanuar menggeleng lagi. “Soal itu saya kurang tahu, Mas Ketiga. Tenang saja, saya akan terus cari tahu. Saya pasti akan mendapatkan info kontak Dewi Idaman itu.”
Mendengar ucapan Ryan Yanuar, amarah di hati Arya Surya belum sepenuhnya padam.
Dengan wajah muram, ia terus memikirkan cara untuk memberi pelajaran pada Sari Wijaya, agar cewek jelek itu tahu bahwa dia, Tuan Muda Ketiga Surya, bukanlah orang yang bisa diganggu seenaknya.
Setelah makan siang, Arya Surya menerima telepon dari Bayu Surya.
Di telepon, Bayu memberitahunya agar sore nanti meluangkan waktu untuk membawa Sari Wijaya ke pusat perbelanjaan untuk membeli gaun malam. Malam ini, di kediaman utama keluarga Surya, akan diadakan pesta penyambutan untuk Sari Wijaya.
Membayangkan bagaimana cewek jelek itu terus-menerus membuatnya kesal, sementara keluarganya sendiri harus mengadakan pesta penyambutan untuknya, Arya Surya merasa dendam di hatinya akhirnya menemukan jalan keluar.
Ia berpikir, dengan memanfaatkan pesta penyambutan ini untuk membuat Sari Wijaya sedikit menderita dan malu, bukankah gadis itu tidak akan punya muka lagi untuk terus menumpang di keluarga Surya?
Begitu ide itu muncul, Arya Surya segera bertindak.
Ia memanggil Tuti Tuwito, gadis yang kemarin dihajar habis-habisan oleh Sari Wijaya, dan berkata, “Tuti, malam ini keluargaku akan mengadakan pesta. Yang datang adalah para pejabat dan putra-putri dari keluarga kaya raya. Kamu mau ikut?”
Ayah Tuti Tuwito hanyalah Wakil Kepala Sekolah di Universitas Jakarta Selatan. Demi menjilat keluarga Surya dan memperluas koneksi dengan keluarga kaya raya lainnya di Jakarta Selatan, Tuti Tuwito langsung mengangguk tanpa berpikir panjang.
“Tentu saja saya mau, Mas Surya...” jawabnya.
“Bagus. Kalau kamu mau ikut, bantu aku melakukan sesuatu.”
“Apa itu, Mas Surya?”
Arya Surya mendekatkan wajahnya ke telinga Tuti Tuwito dan membisikkan rencananya. Ekspresi Tuti Tuwito berubah dari tegang dan takut, menjadi lebih percaya diri setelah mendapat dorongan dari Arya Surya.
Tak lama kemudian, Sari Wijaya yang sedang belajar di kelas, menerima telepon dari Arya Surya.
“Cewek jelek, Kakak tadi menelepon. Katanya malam ini akan ada pesta penyambutan untukmu, dan aku disuruh membawamu membeli gaun. Kamu mau ikut tidak?”
Sari Wijaya tidak pernah terlalu antusias dengan pertemuan membosankan semacam ini. Reputasi Universitas Jakarta Selatan sangat tinggi di seluruh negeri, dan ia hanya ingin memanfaatkan waktunya di sini untuk menyerap ilmu sebanyak mungkin.
Karena itu, tanpa berpikir panjang, ia langsung menolak Arya Surya.
“Tidak mau...”
Arya Surya tidak menyangka Sari Wijaya akan menolak begitu saja. Agar Sari Wijaya mau ikut, ia mulai menggunakan taktik provokasi.
“Aku juga berpikir begitu. Entah apa yang ada di pikiran Kakak. Cuma pesta penyambutan, memangnya perlu sampai membelikanmu gaun?”
“Lihat saja penampilanmu itu, apa pantas pakai gaun? Sekalipun kamu pakai mahkota raja, kamu tidak akan terlihat seperti pangeran. Aku beritahu ya, ini bukan aku yang tidak mau membelikanmu gaun, tapi kamu sendiri yang tidak mau.”
“Nanti, kalau kamu malu-maluin di pesta, jangan salahkan aku.”
Ucapan Arya Surya justru memancing minat Sari Wijaya. Arya bilang ia tidak akan terlihat seperti pangeran meskipun memakai mahkota raja? Anak nakal ini, sepertinya kekalahan lima juta rupiah semalam belum membuatnya kapok.
Tepat saat Arya Surya hendak menutup telepon, Sari Wijaya angkat bicara.
“Jangan ditutup. Aku ikut. Aku takut malu... Mas Ketiga, ayo antarkan aku. Antarkan aku sekarang juga...”
Sari Wijaya segera membereskan tasnya dan pergi bersama Arya Surya ke pusat perbelanjaan. Mereka menuju butik gaun dan memilih sebuah gaun dengan model yang bagus dan harga yang fantastis.
Sementara itu, di kantornya, Bayu Surya menerima dokumen tagihan dari butik tersebut untuk ditandatangani.
Gaun yang dibeli Sari Wijaya berasal dari pusat perbelanjaan milik keluarga Surya, dan setiap transaksi yang dilakukan oleh anggota keluarga Surya harus disetujui dan ditandatangani oleh Bayu Surya sebagai CEO Grup Surya.
Ketika foto gaun barat berwarna hijau telur asin itu diletakkan di atas mejanya, tatapan Bayu Surya menunjukkan sedikit kekaguman.
Harus diakui, Sari Wijaya memang pantas menjadi mahasiswa desain. Selera fashion-nya sangat bagus.
Kulitnya memang agak gelap dan sifatnya sedikit liar, tetapi gaun panjang berwarna hijau telur asin ini dengan sempurna menutupi sisi tajamnya, membuatnya tampak lebih lembut dan feminin, dengan sentuhan malu-malu khas seorang gadis muda.
Meskipun wajahnya dipenuhi tahi lalat palsu dan tanda lahir, dengan bantuan gaun ini, ia akan terlihat lebih anggun dan cantik.
Saat menatap foto gaun itu, Bayu Surya seolah sudah bisa membayangkan bagaimana penampilan Sari Wijaya yang bertubuh ramping saat mengenakannya.
Malam pun tiba. Para keluarga kaya raya dari kalangan politik dan bisnis di Jakarta Selatan berkumpul di kediaman mewah keluarga Surya di pinggir kota.
Tuti Tuwito, yang sudah berdandan dengan cermat, juga tiba di lokasi pesta. Melihat Arya Surya sedang menyambut tamu, ia buru-buru menghampirinya dan berbisik.
“Mas Ketiga, semuanya sudah beres. Tinggal menunggu cewek jelek itu, Sari Wijaya, mempermalukan dirinya sendiri...”
